Penulis: Shafa Nurul Azmi P – UPI

Gegabah nomor satu, paling-paling menangis seperti dulu~
Lagu lama yang aku tau~
“Eh bentar deh, ini bener ga jalannya kesini?” tanya Abel pada dua kawannya.
“Kalo di sini sih 200 meter lagi kita belok kiri, baru nanti ketemu jalan besar,”
Langit semakin gelap, namun sampai saat ini mereka belum sampai tujuan mereka. Di penghujung semester 7, banyak mahasiswa yang memilih untuk pergi berlibur meskipun kondisi skripsi mereka tidak bisa dikatakan berprogres, namun bukan gen z namanya jika tidak mementingkan mental health. Abel,Ira dan Siska berencana menghabiskan jeda waktu dengan melakukan mini trip. Random saja, karena mereka tak punya tujuan spesifik selain kuliner dan menikmati pemandangan alam.
“Tapi ko jalannya kecil gini ya, ga kecil banget sih cuma ko sepi dan jarang ada kendaraan lewat, malah ga ada yang lewat dari tadi, bener gasi Gmaps? lu Ra?” Tanya Siska yang sibuk memandang jalan sekitar,
“Itu dia makanya gua nanya, ni bener jalannya kesini ga ko sepi amat” Timpal Abel.
“Iya kok, nih liat sendiri orang gua zoom biar ga salah,” Jawab Siska tidak terima.
Perjalanan terasa jauh, sekitar 15 menit berlalu, mereka tak menemukan ujung jalan. Abel sedikit kesal karena stip bensinnya mulai tersisa satu. Anehnya, mereka jarang sekali menemukan pemukiman warga, rumah terlihat jarang dan mereka belum menemukan masjid sama sekali untuk berhenti, meskipun hanya bisa dimasuki Abel dan Ira, setidaknya jika ada masjid mereka semua bisa beristirahat terlebih dulu.

“Kayaknya kita nyasar gasi?” Siska membuat kedua temannya refleks melihatnya,
Siska yang bener deh…” Jawab Ira lemas, Siska terus melihat arah panah yang ada di gmaps, sinyal yang didapatkan semakin kecil sampai tanda panah di gmaps menunjukan arah berlawanan.
“Bel, better kita berhenti dulu deh, tuh ada rumah kan di depan ya,” Tunjuk Siska ke arah rumah di depan mereka. Mobil keluaran baru berwarna biru itu berhenti di depan rumah berukuran sedang dengan dua lampu petromak di kiri dan kanan. Ira melihat ke sekeliling rumah itu, tepat dari arah rumah itu terdapat jalan setapak menuju sawah dan terlihat rumah-rumah tepat di ujungnya. Mungkin, mereka tak jauh menuju jalan besar, namun Abel sepertinya sedikit kelelahan.
“Eh, ko rumah ini diem sendiri sih di sini, padahal di seberang sana ada rumah warga,” Tanya Ira.
“ RT-nya kali” Abel mencoba meregangkan tubuhnya yang kaku, sementara Siska masih kebingungan dengan arah gmapsnya.

Suara ketukan mengejutkan penumpang di dalam mobil, seorang gadis berkebaya hijau mengetuk pintu kaca mobil mereka. A, Teteh.. kenapa pada diem di sini? suara itu terdengar dari arah luar, Abel segera keluar dari mobil.
“A..anu, mba, eh teteh.. maaf kita tadi ikut berhenti sebentar di sini soalnya nyasar,” Jawab Abel sedikit gugup, wanita itu tampak sangat cantik dengan kebaya hijau dengan potongan depan yang sedikit terbuka membuat Abel sedikit gugup.
“Oh nyasar, di sini aja atuh mampir dulu. santai aja,” Jawab Gadis itu pada Abel.
Abel mengangguk dan memperhatikan jalan gadis itu, ia lalu tersadar dan membuka pintu mobil kembali,
“ Guys, mending kita rehat sini dulu yu! lumayan, ditawarin cewe cantik ihiy,” Jawab Abel dengan wajah sedikit mencurigakan,
“ Ih cowo modus, kita aja ga kenal dia siapa, udah mending disini aja abis itu kita cabut Bel!” Ajak Ira sambil melihat ke sekeliling.
“ Ah Ira apa sih, rejeki itu ga boleh ditolak tau!” Jawab Abel sambil memutar mata, Ira dan Siska hanya menggelengkan kepala lalu mereka mengalah dan mengikuti kemauan Abel.
“ Itung-itung bayar tenaga lo deh,” Jawab Ira.
Gadis itu berdiri dan membuka pintu rumahnya, ketiga orang itu masuk kedalam rumah si gadis tersebut. Bangunannya tidak kuno, namun terlihat warna cat di area dinding sudah sangat memudar, perabotan di rumah ini juga terlihat jadul namun tetap rapi dan tertata dengan baik. Ira melihat beberapa pajangan foto, terlihat gadis itu bersama seorang pria muda berseragam marinir. “ itu calon suami saya, tapi kami batal nikah. dia tenggelam saat lagi bertugas,” Jawab gadis itu sambil mendekati Ira, sontak Ira terkejut karena kehadiran gadis itu.
Terdengar suara lagu dari radio di dekat meja makan, mereka tidak begitu menghiraukan lagu itu. Selanjutnya, mereka duduk di bangku tersebut dan melihat beberapa jamuan makanan, seperti seakan tau mereka sedang kelaparan, masakan di meja tersebut terlihat sangat beragam dan banyak. “Oh iya, nama saya Nimas, tapi saya sering dipanggil Teh Imas oleh tetangga di sini,” tetangga? apakah ia tak salah bicara, siapa tetangga di sekitarnya sedangkan rumahnya saja hanya satu-satunya di bahu jalan ini.
“ Oh iya Teh Nim, ekhm.. maksudnya Teh Imas, ini teteh tinggal sendiri di sini?” tanya Ira spontan,
“Iya, semenjak gagal menikah, saya tinggal sendiri, tapi mau gimana lagi namanya juga hidup,” senyum Teh Imas. Ira dan Siska mencoba mengamati masakanyang dihidangkan, ia mencoba menyendok sesuatu yang janggal, Ira dan Siska saling berpandangan dan berpura-pura seakan-akan sedang mengambil makanan itu untuk memastikan sesuatu.
Deg..
Ira pikir ada potongan sesuatu atau gumpalan bumbu yang ada di masakan itu, iya menyodoknya lalu menatap Siska yang sudah sedari tadi melihat juga, mereka menoleh ke arah Abel yang sudah lahap memakan hidangan tersebut, namun berbeda dengan Teh Imas yang ternyata ikut memperhatikan mereka dengan tatapan kosong namun sangat intens, seperti mengisyaratkan bahwa mereka baru saja membuat kesalahan. Ira berusaha tersenyum, dan menurunkan sendoknya, sementara Siska tak berani menatap kearah Teh Imas, tangannya bergetar hebat.

“Teh, mau numpang ke kamar mandi di mana ya?” tanya Ira sambil menahan rasa takutnya, Teh Imas menjawab pelan dan menunjuk ke arah belakang dapur. Ira bergegas menuju kamar mandi untuk menenangkan diri, namun hal lain justru membuat dia terkejut karena sesosok tubuh pria tinggi yang sudah mulai membiru tergeletak kaku di kamar mandi. Ira menggigit tangannya sendiri menahan teriakan. ia tak bisa mencerna kejadian yang sedang dialaminya.
Sementara itu di meja makan, Siska dengan gemetar melahap makanan tersebut dan menunggu keberadaan Ira. Matanya terasa panas, keringat dingin mulai bercucuran namun Abel justru sangat menikmati makanan tersebut dan tidak menghiraukan Siska sama sekali.
“Bel, ki..kita harus berangkat sekarang kan ya” Siska mencoba mengalihkan fokus Abel,
“Kayanya kita mending nginep dulu aja gasi, Teh Imas kalo kita ikut bermalam di sini sebentar boleh ga ya, maaf banget sebelumnya, soalnya saya capek nyetir,” Jawab Abel dengan santai sambil tersenyum ke arah Teh Imas. Teh Imas menatap Abel dan tersenyum, namun senyuman itu bukan yang diharapkan Siska,
BUG! Siska berhasil memukul kepala Teh Imas, ia terjatuh dan segera menarik Ira jauh diikuti Abel yang ikut panik. Mereka mencoba membuka pintu namun sayangnya tidak bisa terbuka, sementara itu Teh Imas masih sadar dan hanya merengek di lantai sambil berusaha bangun.
“akh.. kalian ga bisa keluar dari rumah sayah.. ahahahah” Siska menarik tangan Ira dan Abel. Mereka mencoba bersembunyi ke dalam sebuah kamar. Segera Siska mengunci pintu dan mendorong kursi di dalam kamar itu sebagai penahan.
“Kita harus gimana Sis..” Ira terisak sambil memegang lehernya yang masih nyeri,
“ Ra, Sis maafin gue.. jangan tinggalin gue di sini ya,” sambung Abel dengan nada sedikit terisak,
“Udah, mending sekarang kita pikirin dulu cara keluar dari sini oke?” Siska berusaha berpikir keras, mereka melihat jendela dan berusaha menemukannya, namun hal yang sial berlanjut menimpa mereka, jendela itu dipasang teralis besi dan menyisakan sedikit saja.
“Gimana dong,” Ira mulai putus asa sementara suara Teh Imas seperti mendekat kearah kamar.
“Gue kayaknya bisa deh keluar lewat sini, gini aja, gue coba keluar lewat lubang ini da kalo berhasil gue bakal cari pertolongan, ok!” Siska mencoba menenangkan kedua teman nya meski ia pun ketakutan. Akhirnya, ia mencoba menyelinap ke arah lubang itu, dan dugaannya benar, ia bisa berhasil turun. Sayangnya Siska terjatuh saat hendak keluar dan membuat suara, Siska terkejut saat sosok Teh Imas ternyata sudah berada tidak jauh dari Siska.

“ Ira! apaansi lo!” Jawab Abel kaget,
“Diem lo! lo ga tau kan daging yang lagi lo makan tuh daging apa! heh NIMAS! JAWAB!” dengan suara bergetar Ira mencoba memberanikan dirinya berdiri di depan Teh Imas. Seketika Teh Imas terdiam melihat Abel, ia lalu tertunduk dan membuat keheningan.
hahaha… AHAHAHAHAHA…, suara tawa itu semakin nyaring dan membuat semua orang terkejut begitupun Abel, Teh Imas bangun dari kursinya lalu mendekati Abel
“HAAAA AKH! SIAPA YANG PEDULI AHAHAHAHAHAHAHA YANG PENTING KALIAN SELAMANYA AKAN SAMA SAYA AHAHAHAHA” Teh Imas mencengkram leher Ira, Ira mencoba memberikan perlawanan, namun ternyata tangan wanita itu sangat kuat,
BUG! Siska berhasil memukul kepala Teh Imas, ia terjatuh dan segera menarik Ira jauh diikuti Abel yang ikut panik. Mereka mencoba membuka pintu namun sayangnya tidak bisa terbuka, sementara itu Teh Imas masih sadar dan hanya merengek di lantai sambil berusaha bangun.
“akh.. kalian ga bisa keluar dari rumah sayah.. ahahahah” Siska menarik tangan Ira dan Abel. Mereka mencoba bersembunyi ke dalam sebuah kamar. Segera Siska mengunci pintu dan mendorong kursi di dalam kamar itu sebagai penahan.
“Kita harus gimana Sis..” Ira terisak sambil memegang lehernya yang masih nyeri,
“ Ra, Sis maafin gue.. jangan tinggalin gue di sini ya,” sambung Abel dengan nada sedikit terisak,
“Udah, mending sekarang kita pikirin dulu cara keluar dari sini oke?” Siska berusaha berpikir keras, mereka melihat jendela dan berusaha menemukannya, namun hal yang sial berlanjut menimpa mereka, jendela itu dipasang teralis besi dan menyisakan sedikit saja.
“Gimana dong,” Ira mulai putus asa sementara suara Teh Imas seperti mendekat kearah kamar.
“Gue kayaknya bisa deh keluar lewat sini, gini aja, gue coba keluar lewat lubang ini da kalo berhasil gue bakal cari pertolongan, ok!” Siska mencoba menenangkan kedua teman nya meski ia pun ketakutan. Akhirnya, ia mencoba menyelinap ke arah lubang itu, dan dugaannya benar, ia bisa berhasil turun. Sayangnya Siska terjatuh saat hendak keluar dan membuat suara, Siska terkejut saat sosok Teh Imas ternyata sudah berada tidak jauh dari Siska.
Suara teriakan Abel dan Ira terdengar nyaring, mereka pasrah dengan pemandangan yang sedang mereka lihat, Siska segera bangun dan berlari sementara itu Teh Imas tak mengejarnya dan justru menghampiri teralis jendela itu sambil tertawa seperti orang gila.
“Kalian di sini sama Imas, HAHAHAHA” teriakan itu membuat Ira dan Abel semakin bergetar, namun Abel berusaha menenangkan Ira,
“ Ra, kayanya Teh Imas emang gila beneran, ayo kita coba keluar dan mungkin kita bisa ngelawan,” Ira mengangguk sambil terus menangis. Mereka berusaha membuka pintu itu namun sayangnya, pintu itu justru seperti terganjal oleh sesuatu. Imas dari jendela itu lalu tertawa saat mereka kesusahan membuka pintu, rupayanya dirinya lah yang justru menahan pintu itu supaya mereka tak keluar. Suasana semakin mencekam dan hanya diikuti oleh tertawa dari wanita itu.
Tak lama, tampak dari kejauhan terdengar suara rombongan warga dari kejauhan. Para Warga itu seperti mengucapkan sesuatu yang tidak mereka pahami, namun yang mereka lihat, sepertinya Imas terlihat ketakutan dan berteriak saat suara rombongan itu semakin mendekat.

Salah seorang dari mereka berhasil menangkap Imas, sisanya segera membantu Ira dan Abel.
“Cepat pergi, dan jangan pernah berhenti di sekitar sini, kalau liat gapura di sana langsung bilang saja punten, jangan liat spion! terus saja jalan” Ucap seorang pria paruh baya yang menghampiri Ira dan Abel. Mereka dibantu berjalan menuju mobil sementara Siska menunggu di luar, pemandangan itu tak pasti, namun semua orang berpakian putih dan tak menggunakan alas kaki sama sekali, mereka semua justru menatap Ira, Abel dan Siska saat menuju ke mobil, sekilas mereka melihat Teh Imas yang diikat dan berlutut sambil tertawa.

*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
