Majalah Sunday

Wewe Gombel Penculik Andre

Penulis: Muhammad Amin Azzaki – Universitas Sumatera Utara

Wewe Gombel, sosok hantu wanita berwajah pucat, berambut panjang, dan memiliki payudara besar yang menyentuh tanah. Kadang juga disebut dengan Kalong Wewe, Wewe Gombel adalah roh jahat yang suka menculik anak-anak yang masih keluyuran saat maghrib tiba.

Beberapa versi cerita mengatakan bahwa Wewe Gombel tidak mencelakai anak-anak yang diculiknya. Konon, anak yang diculik adalah anak yang ditelantarkan orang tuanya. Wewe Gombel akan menakuti orang tua si anak hingga mereka sadar akan perbuatannya. Apabila orang tua si anak sudah menyadari kesalahannya, Wewe Gombel akan mengembalikan anak tersebut.

Namun di versi cerita lainnya, anak yang telah diculik oleh Wewe Gombel tidak akan pernah kembali. Wewe Gombel akan menyembunyikan anak tersebut di alam jin, dan kalaupun anak tersebut masih dapat ditemukan, kondisinya sudah sangat memprihatinkan.

Kisah ini adalah larangan yang dengan bodohnya kami langgar, hingga membuat salah seorang teman kami harus berurusan dengan Si Wewe Gombel.

***

Wewe Gombel, sosok hantu wanita berpayudara besar dan gemar menculik anak kecil yang bertanggungjawab dibalik hilangnya teman kami.

Wewe Gombel.. (Wikipedia)

Andre adalah salah seorang temanku ketika sekolah dasar. Bersama anak-anak yang lain, kami sering bermain sepakbola, bulu tangkis, sepedaan, kelereng, kejar-kejaran, dan petak umpet. Petak umpet dan sepak bola adalah permainan favorit yang sering kami mainkan hingga lupa waktu.

Kami tinggal di sebuah desa yang asri, belum banyak terjamah teknologi, dan agak sulit untuk mendapatkan jaringan internet di sini. Tapi itu bukanlah masalah, kebersamaan yang kami bangun selama ini, mulai dari pulang sekolah hingga penghujung hari, lebih dari cukup untuk menghibur masa kanak-kanak kami.

Keindahan masa kanak-kanak kami dimulai saat sekolah usai. Tanpa perlu alat komunikasi, tanpa rencana yang mumpuni, tanpa wacana yang begitu dan begini, cukup kalimat “pulang sekolah nanti kaya biasa ya!!” Kami selalu tahu tempat ke mana kami akan pergi. Juga, tidak perlu alat penunjuk arah seperti kompas, GPS, dan Google Maps, dari siapa-siapa, cukup dengan adzan Maghrib yang berkumandang, kami tahu ke mana dan kapan kami harus pulang.

Siang itu, saat jam sekolah hampir selesai, Andre menghampiriku yang tengah mengerjakan tugas dan bertanya

“Pulang nanti kita mau main apa?”Dia semangat sekali.

“Main bola lah, apalagi?” Abid, salah seorang temanku memotong pembicaran kami dengan tak kalah semangat.

“Udah sering main bola sampe Maghrib, yang laen lah!” Aku menjawab mereka berdua.

“Main PS 2 ajalah, udah lama nggak. Nanti malam, malam minggu kan? Kita gas namatin God Hand sampe pagi! Atau kita selesaikan Guitar Hero sampe rusak stik PS nya?” Andre menyarankan dengan lebih semangat, ala anak SD.

game GOD HAND

Game God Hand PS 2.. (Pinterest)

God Hand adalah game petualangan yang cukup panjang. Menyelesaikannya membutuhkan waktu sekitar dua minggu hingga satu bulan, apalagi jika kita memainkan mode Hard, mungkin akan memakan waktu dua bulanan. Tapi berlomba untuk menyelesaikannya sejauh mungkin di sepanjang malam minggu tidak buruk juga.

game Guitar Hero

Game Guitar Hero PS 2.. (Pinterest)

Sedangkan Guitar Hero adalah permainan di mana kita akan menekan tombol-tombol di stick PS, sesuai dengan not nada yang muncul dari sebuah lagu yang kita pilih. Dalam game ini, kita seolah sedang bermain gitar sungguhan. Tapi minusnya adalah, game ini sangat rentan merusak stick PS, karena untuk mengenai not nada dengan benar, kita harus menekan tombol-tombol stick dengan cepat dan tepat. Penekanan berulang ini membuat tombol stick jadi tenggelam, tidak mau ditekan, dan tidak responsif. Kadangkala, kita juga bisa membanting stick jika terlalu menghayati lagu dalam game.

“Jangan woy!, rusak stick-ku nanti kelen buat!” Aku menanggapi saran Andre.

Karena aku mempunyai usaha rental PS 2, dan sudah pasti mereka akan bermain di rental PS 2 milikku.

“Alah, amannya itu. Takut kali rusak, nanti kita ganti sama-sama.”

Alah, amannya itu” adalah kata-kata yang tidak bisa aku percaya. Mereka sudah sering mengatakannya, tapi bertindak sebaliknya, yakni “Wahaha, Bahayalah itu.”

Bisa aman, kalo kutahan dulu uang kalian semua.” Balasku.

“Yaudah nah, pegang uangku seratus!” Ucap Andre semangat.

“Mantap, aman kita nanti malam.” Abid menimpali. Kira-kira begitukan kesimpulan dari pembahasan kami untuk nanti malam.

Rental PS 2 milikku.. (Pinterest)

Malamnya, sekitar jam 19.00, kami semua berkumpul di warung rental PS milikku, totalnya ada 10 orang. Sambil menyantap mi kuah, mi goreng, bakso bakar dan sosis bakar, kopi dan teh hangat pun turut menemani petualangan God Hand Abid dan kawan-kawan. Sementara di sebelahnya, dalam game Guitar Hero, seorang anak kecil menekan-nekan tombol stick secara brutal, bernyanyi, berteriak, menggaungkan euforia layaknya gitaris profesional, siapalagi kalau bukan Andre.

Tapi, baru sekitar satu jam setengah menikmati game, hal yang tidak kami duga dan tidak kami inginkan terjadi; mati lampu.

“YAAH WOYYY!! LAGI LAWAN BOS INI, DIKIT LAGI MENANG!”

“WALAH, BARU MAU NUKAR LAGU!!”

“WOY MI-KU BELOM ABES!!!”

“KOPI-KU BARU DIPESAN!!!”

“WOOYYYY, DIAMLAH!!!”

Di antara gelapnya rental PS dan jeritan yang bersahut-sahutan, kalimat terakhirku berhasil mendiamkan mereka semua.

“Udahlah, ayok kita keluar. Di luar bulan terang cok!!!” Abid melongo keluar jendela.

“Ayoklahh, nengok-nengok langit kita!” Disusul oleh kami semua.

Langit malam

Langit malam desa kami.. (Pinterest)

 Langit malam desa kami yang belum dicemari polusi cahaya menampilkan pemandangan yang luar biasa. Sebuah Bulan dan ratusan bintang yang bergugusan, tiupan angin yang menggerakkan gumpalan awan dengan perlahan, serta udara dingin yang sesekali menitikberatkan kenangan dalam ingatan kami.

Membesitkan ide gila tapi menantang; main petak umpet.

“Karena suntuk, kek mana kalo kita main petak umpet aja?” Usul Abid.

“Janganlah, udah malam ni.” Tolak Andre.

“Alah, ayoklaa. Baru jam setengah 9, belum malam kali. Apalagi terang bulan, amannya itu.” Ucap Abid.

“Udah dilarang sama kakek nenek kalo main malam-malam, pamali.” Ucap Andre kembali.

“Halaaah, Ndre-ndre. Gak berani? Macam anak kecil kau!” Ucap Abid menantang, seolah lupa dirinya belum akhil balik.

Maka oleh karena mendengar kalimat sakti ini, hilanglah keraguan Andre semuanya. “YAUDAH AYOK!!! KAU YANG JAGA. YANG PALING LAMA KETANGKEP MENANG YA!” Ucap Andre dengan lantang, sembari menantang Abid.

“AYOOKKK!!!!”

 

Abid menutup matanya di bawah pohon terdekat dan mulai menghitung. Membuat kami semua serempak berlarian, mencari tempat sembunyi paling aman. Ada yang bersembunyi di semak, di rumput yang tinggi, di balik pohon, bahkan di dalam rumah, aku.

Setelah hitungan ke-10, Abid mulai mencari kami semua. Insting Abid sebagai anak yang menghabiskan seumur hidupnya untuk berbaur dengan lingkungan tempat kami bersembunyi memudahkannya dalam membedakan benda hidup dan benda mati. Ya, sebagaimana desa pada umunya, menemukan serangga dan hewan melata seperti ular dan kelabang bukanlah hal yang sulit. Dengan mudahnya, ia berhasil menemukan kami satu per satu.

Di bawah pohon, di atas pohon, di dalam semak, di balik rumput, di belakang rumah, total ia berhasil menemukan delapan orang anak. Dua orang yang belum bisa ia temukan adalah aku dan Andre. Anak-anak yang telah dia temukan kembali ke rumahku, dan tertegun saat melihatku yang tengah memakan mi instant di ruang tengah. Tapi aku mengkode mereka untuk tidak berisik.

Setelah dua puluh menit mencari ke sana dan kemari, ia menyatakan menyerah untuk mencariku dan Andre. Aku pun keluar ke depan rumah, dan teman-temanku memberitahukan keberadaanku kepada Abid. Kami semua tertawa terbahak-bahak karena Abid tidak menyangka bahwa aku akan bersembunyi di dalam rumah. Ya, kami semua, kecuali Abid yang mengumpat-ngumpat kesal.

Tetapi, Andre tak kunjung keluar dari persembunyiannya.

Awalnya, kami semua masih menikmati makanan dan minuman yang kami siapkan tadi. Tapi setelah makanannya habis, kami mulai kesal. Kami berteriak-teriak memanggil Andre yang masih bersembunyi. Ini sudah jam 10 malam, dan tindakannya bukan hal yang lucu. Sambil terus memanggil nama Andre, kami mengelilingi lapangan tempat persembunyian tadi dengan sebatang lilin di tangan masing-masing. Tapi tetap tidak menemukannya.

Kekesalan kami berubah menjadi kepanikan dan ketakutan saat jam sudah menunjukkan pukul setengah 11 malam. Membuat kami semua pulang ke rumah dan mengadukan hal ini ke orangtua masing-masing. Tak butuh waktu lama, para orang tua kami mendatangi rumah kepala desa dan melaporkan hal ini, tentunya setelah memarahi kami habis-habisan.

Ronda

Kami bersiap mencari Andre.. (Pinterest)

Kepala desa segera bertindak dengan mengumpulkan seluruh warga. Kami membuat obor, membawa kentongan, kuali, panci, dan benda-benda yang dapat menghasilkan bunyi yang keras. Suasana desa yang hening itu dipecahkan oleh suara kentongan, pukulan panci, dan jeritan-jeritan warga, terutama orang tua Andre. Kami bergerak masuk ke dalam hutan. Tak lupa sebagian orang-orang yang dituakan di desa itu membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an, sembari berdoa supaya Andre lekas ditemukan.

Pencarian hingga subuh

Hari menjelang subuh.. (Pinterest)

Pencarian yang kami lakukan berjam-jam tidak membuahkan hasil. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi, dan kami yang nyaris putus asa memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing dengan rasa sesal yang mendalam. Kedua orang tua Andre sambil menangis memohon kepada kepala desa agar pencarian terus dilanjutkan demi putra kesayangan mereka. Melihat hal itu membuat kami semua menyesal, terutama Abid yang telah mengatai Andre sehingga ia nekat bersembunyi jauh ke dalam hutan.

Oleh karena tak tega melihat air mata orang tua Andre, kakekku maju ke depan barisan, sembari mengeluarkan sebuah tasbih panjang beserta sebotol air, lalu  memejamkan mata dan mengangkat kepala. Mulutnya berkomat-kamit, membacakan doa-doa dan sesuatu yang tidak kami mengerti. Kakek berjalan secara perlahan ke sebuah pohon yang tak jauh dari tempat persembunyian kami, lalu menghentakkan kakinya ke tanah.

Seketika, kami dapat melihat Andre tengah meringkuk dengan tubuh yang menggigil di balik semak belukar. Hal ini adalah sesuatu yang sulit dipercaya, sulit diterima akal sehat, namun benar-benar terjadi di depan mata kami semua sebagai saksinya.

Kakek lalu mengangkat tubuh Andre, membasahi wajahnya dengan air, dan membawanya ke hadapan kami semua. Kami semua terkejut, dan kedua orangtua Andre menangis histeris ketika melihat tangan Andre yang penuh bekas luka, dan pergelangan kakinya yang membiru, seperti dicengkram dengan kuat. Berkat kakek, pencarian dari malam sampai subuh itu membuahkan hasil, dan kami pun pulang ke rumah masing-masing.

Selama hampir seminggu, Andre tidak masuk sekolah dan kakek selalu mendampinginya. Kami selalu menjenguknya sepulang sekolah, hingga pada hari ketujuh, Andre mulai berani untuk bercerita.

Bahwa beberapa saat setelah bersembunyi, ia ditangkap oleh sesosok perempuan dengan payudara yang memanjang sampai tanah. Ia dapat mendengar teriakan orang-orang yang memanggilnya, tetapi mulutnya seolah disumpal sesuatu sehingga tidak bisa berbicara, kakinya dicengkram dan makhluk diseret ke suatu tempat. Tangannya berusaha menggapai gapai sesuatu, namun makhluk itu jauh lebih kuat. Hingga ketika kakek membacakan mantra dan doa-doa, barulah makhluk itu pergi dan melepaskannya.

Mendengar hal ini, kami semua segera meminta maaf. Terutama Abid yang telah memaksa Andre main petak umpet. Kami semua menyesali perbuatan kami, dan tidak akan pernah mengulanginya lagi.

*Terinspirasi dari kisah nyata

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Hati-hati, kisah yang kamu baca mungkin benar, berwaspadalah! Dapatkan cerita misteri lainnya dari Majalah Sunday.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 136
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?