Waifu di Kalangan Siswa:
Antara Hiburan, Imajinasi, dan Inspirasi
Penulis: Muhammad Farhan Fahrezi – Politeknik Negeri Jakarta
Bagi Adam Robbani, seorang siswa SMA, dunia nyata dan dunia maya terkadang memiliki garis yang tipis. Setelah berjam-jam menghadapi rutinitas sekolah yang kadang melelahkan, ia sering menemukan pelarian yang menenangkan di layar komputernya. Di sanalah ia mengenal “waifu,” sebuah istilah yang awalnya hanya terdengar lucu, tetapi lama-kelamaan menjadi bagian dari kehidupannya.
Adam pertama kali mengenal istilah waifu ketika masih duduk di bangku SMP. Awalnya, ia hanya merasa penasaran dengan teman-temannya yang sering membicarakan karakter anime atau game seolah-olah mereka adalah sosok nyata. Hingga suatu hari, ia bertemu dengan Kaela Kovalskia, seorang karakter dari Hololive, yang kemudian menjadi waifu favoritnya. Sifat Kaela yang santai, suara menenangkan, dan dedikasi dalam streaming perlahan membuat Adam merasa terhubung. Baginya, Kaela bukan hanya hiburan, tetapi juga sumber inspirasi yang diam-diam memengaruhi cara pandangnya terhadap hidup.
Waifu, bagi Adam, adalah lebih dari sekadar karakter fiksi. Di balik layar, ada pelajaran, inspirasi, dan pelipur lara yang ia temukan.
Bagi Adam, memiliki waifu seperti Kaela memberikan semacam pelarian yang sehat dari tekanan sehari-hari. Ketika stres menghadapi tugas sekolah atau kegiatan ekstrakurikuler, menonton streaming Kaela menjadi momen yang menyegarkan. “Hanya dengan mendengarkan suaranya atau melihat dedikasinya dalam streaming, saya merasa lebih rileks,” kata Adam.
Ia percaya bahwa setiap orang membutuhkan sesuatu untuk mengatasi tekanan, dan bagi Adam, Kaela adalah jawaban itu. Bukan hanya menghibur, waifu seperti Kaela juga mampu memberikan semangat baru. “Melihat bagaimana ia begitu konsisten dan produktif dalam streaming menginspirasi saya untuk tetap konsisten dalam hal yang saya sukai, baik itu belajar atau mengejar hobi,” tambahnya.
Menariknya, Adam tidak hanya melihat Kaela sebagai karakter fiksi semata. Ia merasa bahwa Kaela telah memengaruhi caranya memandang hidup. “Saya menjadi lebih menghargai orang lain,” ungkapnya. “Setiap orang memiliki preferensi dan minat yang unik, baik itu di dunia nyata maupun fiksi. Hal itu membuat saya lebih terbuka dalam memahami perbedaan.”
Meski begitu, Adam sadar untuk tidak membiarkan imajinasinya terhadap waifu menghalangi interaksinya di dunia nyata. “Saya tetap bergaul seperti biasa,” jelasnya. Baginya, waifu adalah hiburan dan inspirasi, tetapi bukan alasan untuk menarik diri dari dunia nyata. Ia menggunakan pelajaran dari karakter favoritnya untuk memperkaya hubungan sosialnya.
Bagi Adam Robbani, memiliki waifu seperti Kaela Kovalskia adalah sebuah pengalaman yang mengajarkan banyak hal. Kaela bukan hanya karakter fiksi yang menemani di saat suntuk, tetapi juga simbol inspirasi yang mendorong Adam untuk tetap konsisten, produktif, dan menghargai setiap proses dalam hidup. Dalam dunia yang penuh tekanan, waifu menjadi semacam oasis yang menenangkan, tempat ia bisa sejenak melarikan diri tanpa melupakan realitas.
Adam juga menyadari bahwa setiap orang memiliki cara unik untuk menemukan kebahagiaan dan inspirasi. Bagi sebagian orang, itu mungkin datang dari teman, keluarga, atau hobi. Sementara bagi Adam, waifu seperti Kaela adalah salah satu cara ia menyeimbangkan kehidupannya. Waifu bukanlah penghalang, tetapi pelengkap yang membuat hari-harinya terasa lebih ringan.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.