Penulis: Floristika Apraluya Flagracia – Universitas Kristen Indonesia
“Kringg… Kring… Kring…,” jam weker berbunyi. Gua cepat-cepat langsung ke toilet, tidak ada waktu untuk membereskan tempat tidur lagi.
Setelah sarapan dan bersiap-siap, gua berangkat ke sekolah dengan mengendarai motor matic, setelah berangkat dengan perasaan deg-degan, akhirnya gua sampai di sekolah baru. Ini hari pertama sekolah, dan di hari itu juga gua akan menjalani MPLS. Terlihat jelas seperti apa penampilan gua sekarang, masih dengan seragam putih-biru, membawa tas yang terbuat dari kantong kresek dan gua juga memakai kalung dan gelang rafia. Dikombinasikan dengan ikat rambut gua yang dikuncir 5 karena sesuai dengan tanggal ulang tahun. Walaupun gua terlihat nyentrik, tapi itulah yang harus gua jalani saat menjadi murid baru di SMA baru.
Kurang lebih 30 menit perjalanan dari rumah ke sekolah, setelah itu gua masuk ke sekolah dan memakirkan motor di tempat parkir khusus anak kelas 10. Gua berjalan sendiri ke arah taman sekolah, dan duduk di kursi taman dekat lapangan sekolah.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak gua dan berkata “Boleh gabung gak?” tanya si cewek berambut lurus kayak di iklan-iklan shampoo dan bentukannya gitar spanyol ditambah suaranya yang lucu.
“Sabi, kenalin nama gua Margaret,” sambil mengulurkan tangan untuk berkenalan.
“Gua Keyla,”
Lalu kami berdua ngobrol-ngobrol hingga kadang-kadang tertawa terbahak-bahak.
Setelah beberapa menit “Pengumuman untuk semua siswa-siswi baru segera berkumpul di lapangan sekolah, karena acara MPLS akan segera dimulai!”
“Yuk ke lapangan sekolah,” sembari kami berdiri dan berjalan bareng.
“Sekarang tugas kalian meminta tanda tangan dari anggota OSIS dan juga guru SMA ini, caranya dengan …” perintah kakak cowok kelas 12 yang ganteng dan galaknya bikin cewek-cewek pada ngefans ibarat liat Nicholas Saputra di AADC.
Akhirnya gua ngajak Keyla pergi ke arah kantin sambil mantau kakak OSIS yang lagi kosong buat dimintai tanda tangan. Sembari jalan, gua melihat seorang cowok duduk sendirian di pojokan, Berkulit hitam manis dengan bibirnya yang tipis dan hidung yang mancung tapi ga terlalu besar cukup sebagai penyangga kacamata berbingkai peraknya agar tetap berada di pangkal hidung, sambil memegang pulpen dan buku. Dia berhasil buat gua ga beralih pandangan dan pengen senyum-senyum aja rasanya.
Tidak lama kemudian, datanglah seorang kakak OSIS berambut pendek menggunakan bando merah dan almamater berwarna biru menghampiri cowok ini, entah apa yang mereka bicarakan tapi kelihatannya sangat serius sampai akhirnya mereka bergegas meninggalkan tempat itu.
Matahari pun semakin terik sampai membuat tenggorokan sangat kering dan laper pun sudah mulai terasa. Gua mengajak Keyla untuk beli jajanan dulu baru setelah itu minta tanda tangan kembali.
Baru saja membayar minuman, tiba-tiba datanglah kakak OSIS dan menegur kami berdua supaya tidak makan karena bisa terlambat mengumpulkan tanda tangan. Akhirnya gua hanya membeli jus jeruk sambil gua pegang sembari jalan. Lalu kami berjalan terburu-buru ke arah lapangan untuk mencari kakak OSIS yang lain.
“Auw..”
Sial banget, ketabrak cowok dan bikin buku MPLS gua jadi basah.
“Eh lu punya mata gak sih?! Lihat nih baju gua jadi basah!” Bentak dia dengan nada yang begitu marah.
“Eh lu aja kali yang jalan gak lihat-lihat, nih lu lihat buku gue jadi basah!” Ucapku lebih judes.
Ternyata cowok di kantin tadi yang nabrak gua, aduh deg-degan banget gini, please lu harus stay cool Ret, ya semacam itulah ngomong di dalam hati.
“Kok lu malah-marah, kan lu yang salah, minta maaf gak lu!” Ucapnya dengan nada marah.
Dengan judes gua bilang “Ih.. ogah banget gua minta maaf sama lu.”
“Kalian berdua, anak baru. Berhenti bertengkar!” Suara keras tersebut membuat kami berhenti sejenak dan menoleh.
“Kalian berdua dihukum, berdiri dengan sikap hormat di bawah tiang bendera sampai pulang sekolah,” perintah kakak OSIS dengan marahnya.
“Baik Kak,” jawab gua dan cowok itu.
“Ini semua gara-gara lu sih, jadi dihukum kan,” ucap cowok itu.
“Kok gua? Lu tuh ngeselin, jalan gak pake mata lagi!”
Kami berdua hormat di bawah tiang bendera walaupun sinar matahari begitu terik. Telah 30 menit berlalu, tapi kami berdua hanya diam saja.
“Ehm.. nama lo Margaret ya? Nama gue Marco.”
“Iya, nama gue Margaret.”
Setelah itu kami terdiam kembali, dan tak terasa pulang sekolah hanya tinggal 30 menit.
“Sebentar lagi pulang nih Ret,” ucap Marco sambil menoleh ke arahku. Gua juga menoleh ke arahnya dan berkata, “Iya Mar” dengan nada lemas. “Eh.. ya ampun Ret muka lu pucat banget tuh, mendingan lu duduk di tempat teduh dulu gih.”
“Ah.. gak usah, gua gak kenapa-napa kok” jawabku.
“Oh ya Ret, gue mau ngomong kalau gue mau minta ma..”
Ucapan Marco makin sayup-sayup dan seolah semuanya jadi gelap seketika. Tapi gua masih bisa ngerasa ada tangan yang nyoba menahan badan gembrot gua.
“Ret sadar dong, lu kenapa sih?” Marco menciprati wajah gua dengan air dan kasih air minum biar gua kebangun.
“Ehm.. gua gak apa-apa kok, paling cuma laper aja.”
“Ayo ke UKS,” ajak Marco.
“Gak usah deh, 10 menit lagi kan pulang,” jawab gua dengan lirih.
Akhirnya kami kembali hormat di bawah tiang bendera.
“Thanks ya Mar, lu tadi nolong gua. Tapi lu gak usah bilang ke siapa-siapa ya tentang ini semua.”
Kring… Kring… Bel sekolah berbunyi menandakan kegiatan MPLS telah selesai.
“Margaret lu gak kenapa-napa kan?” Keyla bertanya dengan nada cemas.
“Gak kok, aman!”
“Oh ya gimana kalau kita makan mie ayam di seberang jalan depan?”
“Oh… Ayo, ayo.”
“Nanti baliknya gua nebeng lu ya Ret, deket sini kok rumah gua,” ucap Keyla.
“Oke, sabi, nih kunci motornya.” Kunci motor yang gua lempar ke arah Keyla diambil kayak pebasket profesional.
***
Sesampainya di rumah, gua langsung ganti baju dan minum, sambil istirahat sebentar gua teringat kejadian tadi dihukum sama marco dan membuat gua langsung kepikiran untuk mencari tau Marco lewat Instagram.
Beberapa menit kemudian….
YASHHHHH
Gua menemukannya dengan jumlah followers lumayan banyak tapi sangat disayangkan karena di private sih Instagramnya; tapi gua tidak menyerah gua follow dia dan langsung gua dm minta follback.
Keesokan harinya gua lagi berada di perpustakaan, tiba-tiba ada suara yang mengagetkan gua. “Hai Margaret, gimana kabar lu?” tanya Marco “Baik, ngapain lu di sini?”
“Gua mau minta maaf soal yang kemarin, dan juga mau ngajak lu ke kantin bareng,” ucapan Marco yang rada aneh. “Eh. Ngapain mau ngajak ke kantin lu mau minta gua traktir?”
“Nggak kok, justru gua mau traktir lu,” jawab Marco.
“Oke.”
Di kantin, gua duduk berhadapan dengan Marco, ia terlihat begitu mempesona seperti Jaden Smith dan membuat gua semakin jadi deg-degan.
“Oh iya, Instagram lu udah gua follback yeaa”
“Oh okey,” jawab gua dengan salting tak tertolong.
Sambil ngobrol dengan Marco gua berusaha untuk stalking dia tipis-tipis, mumpung udah bisa liat postingannya di Instagram. Gua langsung terdiam dan sedikit ambyar, karena Marco memposting foto kakak OSIS berambut pendek dan berbando merah yang saat itu gua liat dia ngobrol sama Marco secara serius. Postingannya pun sudah diupload sejak setahun yang lalu.
Gua berusaha untuk bersikap biasa aja pada saat itu walaupun sedikit menyakitkan. Gue berusaha menyimak obrolan Marco dan menikmati makanan yang sudah tidak ada rasanya di lidah. Mungkin inilah nasib anak baru – untuk saat ini, mungkin gue harus bersyukur; udah di-follback Marco di Instagramnya aja udah cukup menyenangkan. Untuk saat ini.
Teks terkait gambar, pict by canva.com
(Klik gambar di atas, masukkan keyphrase pada alt text)
Ini paragraf kesimpulan atau penutup
Tidak harus ada keyphrase di dalamnya!
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.