Majalah Sunday

Toxic Masculinity:
Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental?

Penulis: Mohammad Fahmi Khalid Darmawan – Universitas Negeri Jakarta

Setiap orang tua, ingin anak laki – lakinya bisa tumbuh sebagai orang yang kuat dan tangguh agar ketika sudah beranjak dewasa nanti, dia bisa mengatasi masalah secara mandiri. Namun, orang tua juga harus mendidik dengan batas wajar agar tidak memengaruhi mental sang anak. Adanya budaya patriarki yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat, menganggap bahwa laki-laki tidak boleh lemah dan selalu dikaitkan dengan perilaku agresif, dominasi, dan kekerasan. Anggapan ini dikenal dengan istilah Toxic Masculinity, yang memiliki definisi tekanan sosial yang mendorong pria untuk bertindak dan bersikap sesuai dengan cara tertentu.

Istilah ini sering dikaitkan dengan nilai-nilai yang dianggap wajib dimiliki oleh seorang pria, seperti kekuatan, kekuasaan, dan menghindari ekspresi emosi. Anggapan yang terus-terusan ditujukan kepada laki-laki ini, akan membuat mental seseorang menjadi terganggu karena mereka ditekan untuk selalu kuat dan tidak boleh merasa lemah. Untuk mengetahui dampaknya terhadap kesehatan mental, Yuk simak artikel ini sampai habis!

Ciri-Ciri Toxic Masculinity

Toxic Masculinity mengharuskan laki-laki untuk terus tangguh dan kuat. Mereka harus bisa menyimpan emosi dalam kondisi apapun, seperti kesedihan. Mereka dituntut untuk menjadi pribadi yang tidak boleh merasa lemah dan harus mengatasi masalah secara mandiri. Melansir dari alodokter.com, terdapat ciri-ciri yang menunjukkan sikap toxic masculinity:

  • Menghindari menunjukkan emosi seperti kesedihan dan keluhan, serta meyakini bahwa pria hanya boleh mengekspresikan keberanian dan kemarahan.
  • Tidak memerlukan kehangatan atau rasa nyaman
  • Tidak perlu menerima pertolongan, dan tidak boleh bergantung pada orang lain.
  • Harus memiliki kekuatan dan posisi sosial yang tinggi untuk mendapatkan penghormatan dari orang lain
  • Berperilaku keras, agresif, dan mendominasi orang lain, terutama wanita.
  • Tidak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan wanita, seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian, dan lain-lain.

Bagaimana Pengaruh Toxic Masculinity Terhadap Kesehatan Mental

Dampak Toxic Masculinity terhadap kesehatan mental
Dampak Toxic Masculinity terhadap kesehatan mental. Sumber: Mind.Family

Anggapan yang terus ditujukan kepada kaum pria ini, akan berpengaruh pada kesehatan mental. Perilaku mereka menjadi dibatasi dan kehidupannya seperti dikekang oleh adanya anggapan tersebut. Hal ini akan memberikan beban kepada laki-laki, ketika mereka tidak memenuhi standar sebagai seorang pria. Laki-laki menjadi tidak memiliki tempat untuk mengekspresikan emosi mereka, karena dituntut harus tangguh dan tidak boleh merasa sedih. Berikut beberapa dampaknya terhadap kesehatan mental:

Stres

Seorang pria akan merasakan stres akibat adanya anggapan ini. Mereka tidak memiliki ruang untuk melepaskan emosinya, karena ada anggapan yang tidak memperbolehkan pria mengungkapkan perasaannya. Mereka akan terus memendam perasaannya, sehingga mengakibatkan timbulnya stres.

Kesepian

Perasaan kesepian akan muncul karena dituntut harus melakukan apapun secara mandiri, tanpa memerlukan bantuan dari orang lain. Hal ini juga akan menimbulkan perilaku yang menutup diri dari lingkungan sosial.

Emosi yang Tidak Terkontrol

Seorang pria akan cenderung kesulitan dalam mengatur emosinya karena merasa tidak boleh sedih atau menangis. Mereka merasa harus tetap kuat dalam kondisi apapun. Akibatnya, mereka akan kesulitan mengatur emosi mereka dengan baik, yang membuat emosi mereka meledak dan tidak terkendali.

Risiko Bunuh Diri

Toxic masculinity dapat berpotensi melakukan bunuh diri. Hal ini dikarenakan laki-laki harus menyimpan segala masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Kontrol diri laki-laki menjadi lemah, sehingga rentan mengalihkan ke perilaku yang negatif, seperti bunuh diri.

Cara mencegah Toxic Masculinity

Untuk mencegah terjadinya fenomena ini lebih lanjut, maka perlu adanya pola asuh yang tepat dilakukan orang tua kepada anak laki-lakinya. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kekeliruan dari anggapan masyarakat yang berlebihan kepada seorang laki-laki. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah sebagai berikut:

  • Menyampaikan kepada anak, bahwa laki-laki juga boleh nangis dan mengekspresikan emosinya kepada orang lain.
  • Mengajarkan rasa empati kepada anak, agar mereka bisa menghargai perasaan dirinya sendiri dan orang lain.
  • Mengajarkan anak untuk tidak merendahkan perempuan
  • Mengawasi media hiburan yang dilihat oleh anak agar mereka tidak mengonsumsi konten yang mengandung toxic masculinity. Apabila hiburan yang dilihat oleh anak mengandung unsur toxic masculinity, maka orang tua berhak untuk melakukan pencegahan dengan memberikan pemahaman bahwa hal tersebut tidak patut untuk dicontoh.

Toxic masculinity merupakan anggapan yang mengharuskan laki-laki untuk tangguh dan kuat. Anggapan ini dapat memicu munculnya masalah kesehatan mental, karena dapat menambah beban terhadap laki-laki jika tidak sesuai dengan standar dari penilaian masyarakat. Oleh karena itu, janganlah kalian menganggap laki-laki itu harus kuat dalam kondisi apapun. Mereka juga membutuhkan ruang untuk bisa mengekspresikan emosi yang ada di dalam dirinya. Ayo kita sama sama bisa memahami perasaan setiap orang agar mengurangi terjadinya gangguan mental.

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 3
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?