Penulis: Andi Audia Faiza Nazli Irfan – Universitas Hasanuddin
Strict parents jika diterjemahkan adalah orang tua yang keras.
Pernahkah kamu ingin bersantai ria bersama teman-temanmu hingga larut malam, tetapi dilarang? Lalu, kamu merasa kebebasanmu sebagai manusia remaja dikekang. Kamu kemudian marah, sedih, dan tidak terima atas batas jam malam yang diberikan orang tuamu.
Kurang lebih begitulah gambaran strict parents konteks pertemanan bagi remaja.
Jikalau konteksnya pacaran, maka ada orang tua yang melarang putra atau putrinya pacaran karena berbagai faktor. Anaknya pun menerima batasan tersebut, atau kalau tidak, anaknya kemudian berpacaran diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya ( biasa disebut backstreet).
Padahal, orang tua sebenarnya ingin melindungi anaknya dari berbagai peluang negatif meskipun dianggap sebagai orang tua yang keras.
Indonesia merupakan negara yang mengedepankan moralitas agama dan konstruksi sosial. Batasan agar tidak pacaran kepada remaja dilakukan agar remaja tidak terjerumus dalam keputusan yang salah (sebab faktor umur yang labil).
Orang tua dapat menerawang akibat jangka panjang jika anaknya salah pilih keputusan sehingga ia memperingatkan larangan pacaran tersebut. Orang tua juga tentu memberi perhatian tentang perihal seksualitas anaknya.
Jikalau pacaran dan terbawa suasana, anaknya akan berpeluang melakukan hubungan intim dengan edukasi seksual yang tidak seberapa. Hal ini juga menjadi perhatian orang tua karena tidak sesuai dengan moralitas agama tentang zina.
Selain itu, orang tua memperhatikan norma sosial yang dibentuk masyarakat seperti bersamaan lawan jenis hingga larut malam akan menjadi buah bibir tetangga. Meskipun orang tua tersebut mempercayai anaknya, dan anaknya juga dapat dipercaya karena tidak melakukan hal-hal di luar batasannya, semuanya akan tidak dipandang jika sudah dinyinyiri oleh masyarakat.
Tetangga-tetangga seenak jidat bergosip hal yang tidak terjadi. Mereka dengan senang hati mengada-adakan skenario “pergaulan bebas” dan “perempuan tidak benar” kepada remaja yang berpacaran tersebut. Meskipun, sebenarnya omongan tersebut tidak benar.
Strict parents semestinya tidak dianggap sebagai orang tua yang mengekang. Kita perlu memikirkan hal yang tidak dianggap bagi orang-orang lain, bahwa tindakan mereka merupakan bentuk kepedulian.
Baik itu dilarang pacaran, di-spam telepon oleh orang tua pada malam hari saat di luar rumah, atau ditanyakan sampai ke detailnya hendak pergi ke mana, semuanya merupakan bentuk kepedulian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Komentar warganet X tentang tindakan strict parents adalah bentuk peduli (Sumber: convomf)
Ilustrasi pasangan remaja (Sumber: freepik)
Orang tua telah menjalankan tugasnya dengan memberikan perhatian batasan dekat dengan lawan jenis. Meskipun tindakan orang tua yang melarang anaknya pacaran itu akan dianggap mengekang hak anak sebagai seorang manusia, setidaknya orang tua tersebut mengadakan upaya pencegahan terhadap pacaran yang akan menimbulkan beragam dampak buruk kepada anaknya.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.