Pro Kontra Split Bill Saat First Date

Berangkat dari mindset yang terbentuk dari ideologi patriarki yang melabeli laki-laki adalah seorang provider atau pihak yang “memberi” dan “menyediakan”, sebagian perempuan menganggap bahwa split bill saat first date adalah hal yang memalukan. Pasalnya, sebagian perempuan yang kontra menganggap bahwa laki-laki seharusnya membawa uang yang “cukup” untuk membayari makanan pasangannya. Mereka menganggap konsep split bill adalah prinsip laki-laki “gak modal” dan “pelit”.

“Soalnya yang ngajak kencan kan kamu, harusnya kamu bayarin makan juga, dong!” kurang lebih begitu dalihnya.

Apalagi di kencan pertama, pertaruhannya adalah first impression. Baik buruknya first impression inilah yang menentukan apakah hubungannya layak untuk diperjuangkan seterusnya atau sampai di sini saja. Alhasil, jika di awal sudah mendapatkan impression yang buruk gara-gara split bill, sudah bisa dibayangkan deh hubungannya bakal berakhir seperti apa.

Lain halnya dengan yang kontra, sebagian perempuan yang pro dengan konsep split bill menganggap kalau tidak ada salahnya untuk membayar makanan masing-masing saat first date. Toh, mereka kan baru pacaran. Jadi, laki-laki seharusnya tidak punya kewajiban untuk mem-provide segala hal termasuk membayari makanan saat first date.

Selain itu, banyak juga dari sebagian perempuan yang pro split bill memilih untuk tidak mempermasalahkan hal ini lantaran banyaknya kasus di mana laki-laki menagih hal-hal yang sudah diberikan sewaktu pacaran. Alias, banyak laki-laki yang merasa rugi karena merasa sudah membelikan dan membayari pacarnya ini-itu lalu mengungkit-ngungkit atau bahkan lebih buruk—menagihnya kembali dalam bentuk nominal uang saat mereka putus. Hal inilah yang mendasari sebagian perempuan yang pro karena mereka malas berurusan dengan laki-laki yang “tidak ikhlas”.