Penulis: Aurellia Khansa Sujatmoko Putri – Universitas Udayana
Sunners! Kalian pernah dengar gak tentang period poverty? Itu loh, kondisi di mana perempuan gak punya akses yang memadai terhadap produk menstruasi dan fasilitas sanitasi yang layak. Masalah ini bukan hanya tentang produk menstruasi, tapi juga soal pendidikan dan stigma yang masih melekat di masyarakat. Menurut kalian, adil gak sih kalau ada beberapa perempuan sampai gak bisa beli pembalut dikarenakan faktor ekonomi? Sedih banget gak sih?
Period poverty di Indonesia bukan masalah yang bisa diabaikan. Banyak perempuan dan anak perempuan di Indonesia, terutama yang tinggal di daerah terpencil dan dari keluarga kurang mampu, mengalami kesulitan untuk mendapatkan produk menstruasi yang layak. Bahkan, data dari UNICEF pada tahun 2015 lalu menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 6 anak perempuan di Indonesia tidak mampu membeli pembalut selama menstruasi. Ini bukan hanya masalah ekonomi, tapi juga masalah stigma sosial yang membuat perempuan merasa malu atau tidak nyaman saat menstruasi.
Stigma ini semakin diperparah dengan kurangnya edukasi mengenai kesehatan menstruasi. Banyak sekolah dan beberapa orang di masyarakat yang masih menganggap menstruasi sebagai topik yang tabu untuk dibicarakan, sehingga banyak anak perempuan yang tidak mendapatkan informasi yang benar tentang cara menjaga kesehatan reproduksi saat menstruasi. Akibatnya, banyak perempuan di Indonesia yang mispersepsi terhadap menstruasi.
Selain itu, minimnya akses terhadap produk menstruasi yang layak, terutama di sekolah-sekolah dan tempat umum, membuat situasi semakin sulit bagi perempuan. Mereka sering kali tidak memiliki tempat yang bersih dan aman untuk mengganti pembalut atau membersihkan diri selama menstruasi, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti infeksi.
Mengatasi period poverty memerlukan pendekatan yang komprehensif, mencakup berbagai aspek mulai dari edukasi hingga kebijakan publik. Pertama, peningkatan akses terhadap produk menstruasi yang memadai adalah langkah penting yang dapat diambil oleh pemerintah maupun organisasi non-pemerintah agar produk menstruasi tidak menjadi produk yang inklusif atau hanay bisa didapatkan oleh orang dari kalangan tertentu. Program distribusi pembalut gratis di sekolah-sekolah dan pusat kesehatan dapat membantu memastikan bahwa setiap anak perempuan memiliki akses terhadap produk yang mereka butuhkan.
Kedua, edukasi tentang kesehatan menstruasi perlu diperluas jangkauannya, terutama di sekolah-sekolah dan komunitas-komunitas yang rentan. Dengan memberikan pengetahuan yang tepat, stigma yang seringkali melekat pada menstruasi dapat diatasi sehingga tidak ada lagi mispersepsi atau misinformasi terkait menstruasi.
Period Products (sumber:freepik)
Terakhir, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menangani period poverty. Dengan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, period poverty bisa diatasi, dan setiap perempuan bisa mendapatkan akses ke produk menstruasi yang layak tanpa memandang status sosial ataupun ekonomi.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.