Penulis: Diana Febrian Dika – Universitas Airlangga
Akhir-akhir ini, kisah Adi dan Nilam menjadi perbincangan hangat di media sosial. Meskipun Adi ngakunya mencintai Nilam secara ugal-ugalan selama tahun, tapi itu bukan berarti perasaan cinta, Sunners. Melainkan, obsesi semata. Obsesi Adi kepada Nilam membuat doi merasa diteror bahkan membawa perkara tersebut ke meja hijau.
Waduh, ngeri, ya. Jadi, bagaimana perbedaan cinta dan obsesi dalam hubungan asmara? Simak penjelasan berikut, ya.
Cinta dan obsesi. Dua kata dengan perbedaan makna signifikan, tetapi sering disalahartikan untuk menggambarkan perasaan intens terhadap seseorang. Penting bagi kita memahami perbedaan kedua kata ini agar terhindar dari hubungan yang tidak sehat.
Cinta adalah emosi yang positif dan kompleks. Melibatkan rasa sayang, perhatian, dan saling menghormati batasan masing-masing. Cinta pada dasarnya didasari oleh rasa saling percaya, saling mendukung, dan keinginan untuk melihat pasangan bahagia.
Cinta dapat diartikan sebagai perasaan kasih sayang yang kuat dan ketertarikan personal terhadap seseorang. Cinta erat kaitannya dengan berbagai emosi positif, Misalnya, kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan, dan rasa aman.
Sedangkan, obsesi adalah kontrol dan kepemilikan atas orang lain terhadap dirinya secara berlebihan. Orang yang terobsesi biasanya memiliki rasa cemburu tanpa alasan, posesif, dan haus akan validasi dari pasangan.
Lebih parahnya, mereka tak menghargai batasan dan ruang privasi pasangan. Itu sebabnya orang yang terobsesi cenderung menghalalkan segala cara demi melampiaskan emosinya. Misalnya, menguntit, menyadap, melakukan pelecehan, bertindak agresif, bahkan posesif berlebihan. Hubungan asmara yang berlandaskan perasaan obsesi dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan masalah dalam hubungan.
Simak tanda-tanda di bawah ini untuk mengetahui perbedaan cinta dan obsesi lainnya dalam hubungan asmara
Cinta sejati didasari oleh rasa saling percaya yang mengakar kuat. Itu sebabnya dalam hubungan yang sehat, cinta mampu memberikan ketenangan. Kamu percaya bahwa doi akan selalu mencintai meski kalian tidak selalu berkomunikasi seharian penuh. Kamu tetap bisa melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bergantung kabar dari pasanganmu.
Namun, jika kamu merasa sulit menjalani hari tanpa kabar darinya, tergantung pada setiap kehadirannya, bahkan uring-uringan jika dia tidak kunjung membalas pesanmu dalam lima menit, bisa jadi bukan perasaan cinta yang tumbuh pada hubungan kalian. Kunci dari sebuah hubungan adalah saling percaya dan menghormati batasan masing-masing.
Cinta sejati akan memberikan ruang sendiri kepada pasangan jika memang dibutuhkan. Sedangkan orang yang terobsesi cenderung mengekang, berpikiran negatif, bahkan tidak membiarkan pasangannya bersosialisasi dengan orang lain karena perasaan cemburunya tak beralasan.
Dengan perasaan obsesi tersebut, seseorang cenderung posesif dan mengontrol kehidupan pasangannya. Jangan kaget kalau dia akan mengatur dengan siapa kamu harus berinteraksi, meminta kamu menghapus semua kontak lawan jenis di ponsel kamu, kemanapun pergi harus selalu bisa dihubungi, respon chat atau telepon harus selalu cepat, bahkan meminta akses seluruh akun media sosial yang kamu punya. Kalau pasangan kamu menunjukkan tanda-tanda seperti ini, sebaiknya lari, deh.
Simak perbedaan cinta dan obsesi agar kamu terjebak toxic relationsip. (Sumber: Canva)
Orang yang terobsesi seringkali merasa cemburu atas kesuksesan pasangannya. Mereka merasa terancam oleh pencapaian pasangan. Menganggap bahwa pasangannya akan menjadi lebih mandiri dan tidak membutuhkan mereka lagi.
Hal ini menyebabkan mereka tak segan untuk menyabotase upaya pasangannya atau meremehkan pencapaiannya. Ketidakmampuan untuk berbagi dan merayakan kesuksesan bersama dapat menghambat kemajuan pasangan dan merusak hubungan.
Selain itu, orang yang obsesi juga tidak akan menghargai potensi orang lain karena rasa insecure mereka sendiri. Sehingga, memicu kurangnya dukungan dan dorongan sosial yang dapat menghambat kemajuan pasangan
Di sisi lain, pada sebuah hubungan cinta yang sehat, kamu dan pasangan akan berkembang ke arah yang positif. Pasangan yang saling mencintai memberikan dukungan yang tulus untuk membantu satu sama lain mencapai mimpinya. Mereka percaya pada potensi pasangan dan selalu ada untuk menyemangati di masa-masa sulit. Pasangan yang saling mencintai menciptakan lingkungan yang positif dan suportif untuk meraih kesuksesan masing-masing.
Orang yang terobsesi seringkali memiliki rasa insecure yang berlebihan tentang diri mereka sendiri. Mereka merasa tidak cukup baik, tidak dicintai, dan tidak layak mendapatkan cinta serta perhatian pasangannya. Hal ini membuat mereka terus-menerus mencari validasi dan jaminan cinta dari pasangannya untuk meningkatkan rasa harga diri mereka.
Selain itu, orang yang terobsesi memiliki rasa takut kehilangan pasangannya yang tidak wajar. Mereka khawatir pasangannya akan meninggalkan mereka untuk orang lain dan cinta mereka akan memudar. Meski kenyataannya tidak demikian, tetapi orang yang obsesi cenderung terus-menerus mencari cara untuk memastikan cinta pasangannya.
Mirisnya, tindakan ini biasanya mengarah pada perilaku yang posesif dan manipulatif. Misalnya kekerasan verbal, mengisolasi pasangan dari orang dekatnya, hingga melakukan gaslighting.
Sedangkan, perasaan cinta yang tulus tidak membutuhkan validasi karena cinta itu berasal dari dalam diri sendiri. Ketika kamu mencintai pasanganmu dengan tulus, maka kamu akan aman, bahagia, dan bersyukur atas hubungan saat ini. Kamu tidak perlu mencari pengakuan atau validasi dari orang lain untuk memastikan cinta tersebut. Sehingga, hidupmu lebih tenang tanpa haus validasi.
Orang yang terobsesi seringkali terjebak dalam lingkaran ketakutan dan kecemasan yang mereka buat sendiri. Mereka akan fokus pada kebutuhan dan keinginan pribadi dan tidak peduli pada perasaan orang lain. Itu sebabnya mereka bersikap egois, manipulatif, dan memaksakan kehendak. Cinta seharusnya berlandaskan perasaan saling memahami dan menghargai kedua belah pihak.
Orang yang terobsesi juga selalu melihat situasi dalam sudut pandang negatif. Mereka tidak pernah mempercayai pasangannya. Fokus pada kekurangan dalam hubungan serta tidak mampu melihat sisi positifnya. Jika kamu memiliki pasangan yang obsesi dan tanpa sengaja membuat kesalahan, maka bisa dipastikan dia akan selalu mengingat-ingat kesalahan tersebut meski kamu sudah minta maaf. Bahkan, mengungkitnya tanpa teringat kebaikan kamu sebelumnya.
Orang yang terobsesi dan orang mencintai memiliki cara pandang yang berbeda dalam hal memiliki dan merelakan. Orang yang terobsesi memaksa untuk memiliki, sedangkan orang yang mencintai lebih mudah merelakan.
Pasalnya, cinta didasarkan pada kepercayaan, rasa hormat, dan saling pengertian. Orang yang terobsesi seringkali kesulitan untuk mencintai secara sehat karena mereka terjebak dalam ketakutan, kecemasan, dan kebutuhan untuk mengontrol. Hal ini membuat mereka memaksa untuk memiliki pasangan mereka daripada membangun hubungan yang saling menghormati dan suportif.
Orang yang mencintai dengan tulus berfokus pada kebahagiaan pasangan daripada pada kebutuhan dan keinginan diri sendiri. Memahami bahwa cinta sejati berarti melepaskan dan membiarkan pasangan untuk bebas memilih apa yang terbaik bagi mereka. Bukannya menuntut dan memaksa agar bisa saling bersama.
Jadi, dari lima tanda di atas, kamu dan pasanganmu termasuk mencintai atau obsesi semata, nih, Sunners?
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.