Membahas soal pemakaman atau kuburan memang erat kaitannya dengan hal yang berbau mistis. Namun kali ini berbeda dengan pemakaman Trunyan yang ada di Desa Trunyan, sisi timur Danau Batur, Kabupaten Bangli, Bali.
Perasaan pertama yang muncul saat kamu mengunjungi pemakaman tersebut ada adalah tentunya “kengerian” saat melihat pemakaman ini karena sepanjang perjalanan di area pemakaman berbaris tengkorak-tengkorak manusia. Barisan tengkorak manusia ini yang sekaligus akan menuntut kita menuju ‘’puncak’’ pemakaman di mana kengerian semakin bertambah.
Karena kamu akan menemui 11 pemakaman yang jenazahnya justru tidak dikubur layaknya pemakaman biasa pada umumnya, atau pembakaran jenazah layaknya upacara Ngaben di Bali. Jenazah itu dibiarkan tergeletak di atas tanah dengan penutup jenazah berupa anyaman kayu berbentuk segitiga sama kaki yang disebut “Ancak Saji” serta berbagai sesajian yang disediakan oleh keluarga yang ditinggalkan sebagai penghormatan kepada jenazah.
Keunikan Pemakaman Trunyan
Anehnya kamu tidak akan mencium bau busuk sedikit pun di pemakaman ini, meski beberapa kondisi jenazah sudah terlihat membusuk. Bukan bau busuk saja yang tidak tercium, belatung, cacing, dan lainnya yang biasanya menggerogoti bangkai pun tidak ditemukan satu pun di pemakaman ini.
Keunikan, keanehan, dan suasana penuh misteri inilah yang membuat Pemakaman Trunyan menjadi daya tariknya sendiri. Tak heran banyak wisatawan yang justru banyak mengunjungi Trunyan untuk melihat sisi lain dari keunikan Bali.
Konon, adat dan kebiasaan tidak menguburkan mayat di Trunyan ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu yang dilakukan secara turun-temurun. Salah satu alasan yang membuat pemakaman ini tidak mengeluarkan bau busuk sedikit pun karena keberadaan pohon taru menyan.
Legenda masyarakat mengatakan bahwa pohon taru menyan ini mengeluarkan wangi yang menyengat. Sehingga mampu menghilangkan bau-bau tidak sedap yang biasanya berasal dari jenazah-jenazah yang membusuk. Itulah sebabnya Pemakaman Trunyan tidak berbau busuk karena pohon taru menyan yang mengeluarkan aroma wangi seperti di hutan dan ladang.
Keberadaan pohon taru menyan ini yang pada akhirnya dijadikan nama desa sebagai Desa Trunyan. Hingga hari ini kebiasaan tidak mengubur mayat bagi jenazah-jenazah terpilih masih terus dilakukan oleh masyarakat lokal.
Seperti yang disebutkan di atas, tidak semua orang yang meninggal di Desa Trunyan bisa dimakamkan di Makam Trunyan. Jenazah yang akan dimakamkan di Pemakaman Trunyan harus meninggal secara wajar tanpa mengidap penyakit sebelumnya.
Bagaimana? Apakah kamu tertarik untuk mengunjungi dan merasakan pengalaman yang beda di pemakaman yang ada di desa Trunyan?
By : Jennifer Alicia Sinaga, UKI