Penulis: Indira Apsari Dewi – Universitas Esa Unggul
Bunuh diri di kalangan remaja masih terus terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhinya, termasuk tekanan dari lingkungan sekitar. Namun, yang paling menyedihkan adalah ketika tekanan itu datang dari dalam keluarga, khususnya dari orang tua. Tekanan dari orang tua, dalam berbagai bentuk masalah, sering kali menjadi pemicu utama kasus bunuh diri di kalangan remaja.
Contoh kasus yang baru terjadi adalah ketika seorang mahasiswi Unair ditemukan tewas di mobil. Ia meninggalkan dua surat wasiat, yang salah satu wasiatnya menyatakan:
Dari surat ini kita bisa membedah, kenapa sih kesehatan mental seorang remaja itu penting? Dan di bagian mana yang menandakan ada sebuah tekanan?
Dia berterimakasih ke orang tuanya telah menjaganya hingga detik ini tetapi penjagaannya hingga saat ini sangat tidak berguna menurut Caroline; ia tidak pernah merasakan bagaimana memilih sesuatu keinginan atas kehendaknya sendiri (kebebasan); dan sekarang Caroline menunjukkan ke-independent-an nya dengan mengambil keputusan tersebut, karena dia tidak melihat masa depan untuknya.
Banyak hal-hal yang terkadang anak remaja terundung tidak dari pihak luar tetapi internal yang kurang suportif juga mempengaruhi kesehatan mental anak. Pict by : Canva.com
Sampai saat ini, masih banyak orang tua dan masyarakat yang meremehkan pentingnya kesehatan mental. Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar kata “mental”? Kebanyakan orang mungkin langsung mengaitkannya dengan gangguan jiwa yang memerlukan penanganan dokter, atau bahkan menganggapnya sebagai kondisi yang tidak bisa disembuhkan. Seringkali kita mendengar ungkapan “ah, itu mah bawaan,” yang sebenarnya merupakan label, stereotipe, dan stigma yang sangat tidak baik dan berdampak buruk bagi para penyintas yang masih berjuang untuk “menjadi normal.”
Sebelum membahas lebih dalam, mimin ingin mengingatkan bahwa belakangan ini krisis kesehatan mental di Indonesia meningkat drastis dan bahkan berujung pada kematian. Seperti yang saya singgung di awal, masih banyak masyarakat dan orang tua yang menganggap remeh masalah ini dan selalu memandangnya secara negatif. Lantas, bagaimana cara kita menghilangkan stigma dan menghentikan mata rantai ini?
Bagaimana kalau mimin mengajak kalian membayangkan bila kita memposisikan diri kita sebagai orang tua; apa yang harus kita lakukan? Pasti kita percaya bahwa menjadi orang tua itu tidak mudah. Masih bersinggungan dengan mental; pastinya harus siap lahir-batin serta kesehatan mental yang stabil agar sang buah hati bisa menghadapi kerasnya dunia dengan support yang baik dari orang tuanya. Dan sebagai orang tua kita adalah panutan, dan cinta pertamanya. Faktanya anak sangat mudah meniru sesuatu, jadi apa yang kita build untuk anak sangat mempengaruhi kepada perilaku secara fisik tetapi secara pola pikir serta keseimbangan kesehatan mental mereka.
Sedihnya, melihat kenyataan bahwa masih banyak orang tua yang hanya ingin di dengarkan secara sepihak, tanpa mau mendengar keluh kesah anak yang jatuhnya seperti hanya menyalahkan sepihak . Pict by : Canva.com
Dari studi kasus ini bisa bayangkan apa dampak dari perilaku orang tua seperti itu?
Percayalah mungkin saat ini kalian merasa seperti dewasa sebelum waktunya. Ya betul, banyak juga penelitian menyatakan bahwa anak dewasa sebelum waktunya adalah hasil dari terciptanya trauma yang didapat. Lalu apa yang harus kalian lakukan bila orang tua kalian tidak bisa memenahami kalian (sangat mendominasi dan superior), walau kalian sudah bekerja keras untuk menjelaskan eksistensi diri kalian?
Cari dukungan dari orang-orang yang bisa membantu meringankan beban mentalmu. Mungkin kamu merasa tidak didukung oleh orang tua, tapi ada guru konseling yang sangat peduli dan bahkan lebih dari sekadar orang tua bagimu, atau mungkin teman yang benar-benar mengerti kamu, atau seseorang yang membuatmu nyaman. Berbagi cerita atau curhat bisa membantu kamu mendapatkan perspektif baru dari orang lain, atau sekadar memiliki seseorang yang bersedia mendengarkan dapat mengurangi beban emosionalmu.
Terkadang, kita merasa privasi kita direnggut, sampai kita bingung harus berbuat apa. Kita merasa segala yang dilakukan selalu salah, bahkan sekadar bernapas pun terasa salah. Penting untuk menetapkan batasanmu (berdasarkan dinamika yang kamu alami). Mengatakan ‘tidak’ pada beberapa hal itu penting, agar orang tua mengerti bahwa ada hal-hal yang memang tidak bisa mereka campuri. Meskipun kenyataannya, di mata orang tua, anak mungkin masih dianggap salah dan seringkali terlalu didominasi.
Masih berkaitan dengan poin kedua tentang batasan, dalam masa-masa pengembangan diri ini, carilah apa yang menjadi kesukaanmu. Fokuslah pada pengembangan dirimu. Misalnya, temukan minat, bakat, atau kegiatan yang menjadi obat bagi apa yang kamu alami. Carilah pelarian yang positif dan dapat membantumu berkembang. Poin ini ingin mengajakmu untuk mencintai diri sendiri, memperkuat rasa harga dirimu, dan fokus pada hal-hal yang bisa kamu kendalikan.
Misal dengan mencari aktivitas yang produktif melalui hobi. Memang terkesan ambisius untuk menjadi sembuh jalur ini, tetapi setidaknya kamu terdistract ke arah yang lebih positif dalan melakukan emosi. Masih sangat terkait dengan point ketiga ya Sunners, karena dengan melakukan ini dapat membantu mengelola stres dan frustasi. Hal ini juga membantu dalam menjaga keseimbangan mental
Tidak semua orang tua mau berdamai, tetapi ada yang juga mau persuasif memperbaiki kesalahan yang mereka ciptakan antara orang tua dan anak. Pict by : Canva.com
Filter sangat penting untuk hati dan jiwamu serta mentalmu. Walau sadar kita mungkin isi kepala kita penuh atau stres, frustasi bahkan depresi. Fokus terhadap diri sendiri sembari kita menyaring hal apa yang memang influencenya baik untuk kondisi kita seperti ini. Tak ketinggalan, jangan kalah dengan ego kita dalam melihat realita, semata-mata hanya fokus kepada ketidakpuasan; karena itu bisa berdampak mental kita yang sedang terpuruk. Sudah jatuh tertimpa tangga?! Pastinya kita nggak mau ya Sunners.
Dan yang terakhir nih pejuang Sundays. Peran dokter sangat penting dari self help kita. Kalau masalahnya terus berlanjut dan kamu merasa kok makin parah yah, kepalaku sakit atau hingga sampai gejala mental sudah lari menuju fisik, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau terapis. Mereka dapat memberikan strategi lebih lanjut untuk menghadapi situasi ini.
Semoga apa yang mimin bagikan ini bisa menjadi penguat langkahmu ke depannya ya, ingatlah bahwa hidup ini masih sangat berharga untuk diperjuangkan, sekalipun kamu harus menghadapi toxic parenting di rumah!
Kalau memang tidak bisa di perbaiki, maka kamulah yang harus memutus mata rantai. Kebahagian hanya kalian yang bisa ciptakan. Pict by : Canva.com
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.
Konten terfavorit di Majalah Sunday bakal mimin kirim ke emailmu sebulan sekali.