Penulis: Mutiara Fitri Insani – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Sunners, kamu setuju gak kalau masyarakat kita kebanyakan memandang penyandang disabilitas cuma dari sisi fisik atau mentalnya saja? Seolah-olah mereka hanya butuh perhatian dalam hal-hal medis atau keterbatasan fisik. Padahal, mereka juga manusia biasa yang punya kebutuhan emosi, sosial, dan tentu saja seksual. Kehidupan seksual sebenarnya bagian yang gak bisa dipisahin dari kesejahteraan seseorang, termasuk bagi para penyandang disabilitas.
Ada stigma negatif yang kuat di masyarakat soal ini. Banyak yang mikir kalau penyandang disabilitas gak bisa menjalani kehidupan seksual yang sehat seperti manusia pada umumnya, bahkan beberapa orang masih mikir kalau mereka “asexual” atau gak punya ketertarikan seksual secara alami. Nah, artikel ini bakal bahas kenapa stigma kayak gitu berbahaya jika terus-terusan beredar dan gimana kita bisa mulai mengubah cara pandang masyarakat terhadap penyandang disabilitas untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera bagi semua orang.
Kita harus ngerti dulu nih, penyandang disabilitas itu punya hak yang sama kayak kita semua dalam hal seksual. Hak seksual tuh gak cuma tentang seks itu sendiri, tapi juga hak untuk edukasi tentang seks, akses terhadap layanan kesehatan seksual, dan hak buat mengambil keputusan sendiri tentang tubuh mereka. Sama kayak orang lain, mereka berhak untuk punya hubungan yang sehat, menikah, atau bahkan punya anak kalau mereka mau.
Namun, di masyarakat kesadaran soal ini masih rendah. Sering banget penyandang disabilitas gak dianggap punya kebutuhan seksual atau malah dijauhi dari percakapan tentang seksualitas. Padahal, kalau kita terus-terusan kayak gini, secara gak langsung kita ngerampas hak mereka untuk punya kehidupan yang bahagia dan sejahtera secara penuh.
Stigma tentang kehidupan seksual penyandang disabilitas sangat bisa dirasakan dalam masyarakat. Banyak orang berpikir mereka gak bisa atau gak boleh punya hubungan intim karena dianggap “gak mampu” secara fisik atau mental. Tentunya hal ini salah besar. Seksualitas itu soal emosi, keintiman, dan komunikasi, bukan cuma soal fisik doang. Penyandang disabilitas bisa punya kebutuhan emosional dan seksual yang sama persis kayak orang lain dan itu valid banget.
Lalu, ada juga stigma kalau penyandang disabilitas yang terlibat dalam hubungan seksual dianggap “eksploitasi”. Misalnya, kalau seorang disabilitas berpacaran atau menikah dengan orang non-disabilitas, sering muncul asumsi bahwa ada niat jahat atau manipulasi dari pihak non-disabilitas. Selain itu, miskonsepsi lain yaitu anggapan bahwa penyandang disabilitas yang punya kehidupan seksual itu “berisiko” atau bahkan “berbahaya” buat orang lain. Miskonsepsi yang beredar disebabkan karena kurangnya edukasi dan informasi dalam masyarakat yang benar tentang hak dan kehidupan seksual penyandang disabilitas.
Stigma negatif yang terus-terusan ada gak cuma bikin penyandang disabilitas jadi terpinggirkan secara sosial, tapi juga berdampak langsung ke kesejahteraan mental dan emosional mereka. Bayangin aja mereka dikasih tahu non stop kalau gak pantas punya kehidupan seksual, mereka bisa jadi ngerasa rendah diri, gak punya harga diri, bahkan ngerasa terisolasi.
Stigma ini juga bikin mereka sulit mengakses layanan kesehatan seksual. Banyak penyandang disabilitas yang mungkin merasa malu atau takut untuk ngomongin soal masalah seksual mereka ke dokter karena takut dihakimi atau dianggap aneh.
Salah satu cara untuk melawan stigma ini adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. Kuncinya adalah edukasi. Kita harus mulai ngobrol lebih terbuka tentang seksualitas, terutama soal hak-hak seksual penyandang disabilitas. Perlu ditekankan bahwa ini bukan hal yang tabu atau memalukan, melainkan sesuatu yang normal dan perlu dipahami semua orang.
Selain itu, penting juga buat memperkuat dukungan hukum dan layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas. Mereka butuh akses edukasi seksual, layanan kesehatan yang ramah dan gak menghakimi, serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang sama dengan orang lain. Peran media juga besar banget dalam hal ini. Representasi yang baik dan positif tentang penyandang disabilitas dalam hubungan romantis atau seksual bisa bantu mengubah pandangan negatif di masyarakat.
Maka dari itu, kalau kita mau mengubah stigma negatif soal kehidupan seksual penyandang disabilitas, coba untuk mulai dari kesadaran diri sendiri dan lingkungan sekitar. Topik ini penting buat dibahas dan dipahami semua orang karena gak cuma soal hak bagi mereka para penyandang disabilitas, tapi juga soal bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan masyarakat yang lebih terbuka dan peduli.
*****
Mulai dari sekarang, yuk bantu hilangkan stigma negatif ini dalam masyarakat dan berikan ruang bagi penyandang disabilitas untuk menjalani kehidupan seksual yang sehat dan bahagia layaknya kita semua!
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.