Penulis: Alda Alviani – Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta
Editor: Abdul Aziz – UNJ
Hai hai Sunners! Kamu mungkin tidak asing dengan kata ‘impostor’ karena kata ini cukup populer beberapa waktu belakangan karena game Among Us. Tapi apakah kamu pernah mendengar istilah Impostor Syndrome atau Sindrom Impostor? Kira-kira sama gak ya impostor dalam game Among Us dengan impostor dalam Sindrom Impostor ini?? Yuk simak cerita singkat berikut ini.
Anna adalah anak yang cukup pintar dan berbakat, setidaknya itulah pendapat kedua orang tua dan orang-orang di sekitar Anna saat membicarakan tentang dirinya. Setiap kali ujian ia mendapat nilai bagus dan ketika kenaikan kelas ia juga berada di peringkat 3 besar. Selain di akademik, Anna juga berbakat dalam melukis, ia juga sering mengikuti lomba melukis dan membawa pulang penghargaan. Namun, diam-diam Anna merasa kalau selama ini semua prestasinya hanyalah faktor keberuntungan saja dan ia cemas kalau suatu hari orang-orang di sekitarnya termasuk orang tuanya menyadari jika Anna adalah seorang ‘penipu’ yang tidak pintar dan berbakat seperti yang mereka bayangkan.
Cerita di atas menunjukkan bahwa Anna sedang mengalami Impostor Syndrome atau Sindrom Impostor. Sama seperti Anna, orang yang mengalami sindrom ini akan cenderung merasa ragu atau tidak pantas untuk mengakui semua pencapaian dan prestasi yang telah diraih karena merasa hal tersebut dapat diraih karena faktor keberuntungan atau hanya kebetulan. Sindrom ini juga sering disebut dengan sindrom penipu. Eitss, berbeda dengan impostor alias penipu dalam game Among Us yang bertugas mengacaukan permainan dan membunuh karakter lain secara diam-diam, sebutan impostor atau penipu dalam sindrom ini merupakan ‘klaim’ seseorang untuk dirinya karena merasa telah menipu orang-orang di sekitarnya seperti yang sedang dialami Anna. Karena sering meragukan kemampuan dirinya sendiri, orang yang mengalami sindrom ini biasanya akan memotivasi dirinya untuk terus bekerja keras, bahkan untuk hal-hal yang sebetulnya tidak terlalu diperlukan. Namun, hal ini dilakukan dengan tujuan agar ia merasa aman dan tidak ada orang yang sadar bahwa dirinya adalah seorang ‘penipu’.
Meskipun begitu, nyatanya sindrom ini cukup umum terjadi di kehidupan sehari-hari, lho. Bahkan Neil Armstrong, Neil Gaiman, Emma Watson, dan beberapa orang hebat lainnya pernah mengalami Sindrom Impostor ini. Walaupun sindrom ini tidak termasuk ke dalam gangguan mental, tetapi rasa cemas berlebih saat mengalami sindrom ini dapat memicu timbulnya gangguan mental seperti anxiety atau depresi.
Ada beberapa penyebab mengapa seseorang dapat mengalami Sindrom Impostor yaitu:
Selain itu, Mimin juga punya beberapa cara untuk mengatasi Sindrom Impostor antara lain:
Nah itu dia penjelasan, penyebab dan beberapa tips mengenai Impostor Syndrome. Pada dasarnya Impostor Syndrome ini hal yang normal karena di dunia ini banyak orang yang pernah meragukan dirinya sendiri. Namun, jika perasaan ragu itu berubah menjadi perasaan meremehkan diri sendiri maka kamu perlu waspada karena kemungkinan Sindrom Impostor ini sudah menjadi hal yang berlebihan atau negatif dan mungkin kamu juga perlu meminta bantuan orang lain terutama tenaga profesional seperti psikolog untuk mengatasinya.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.