Penulis: Salshabilla Febrian
Pernahkah kalian menemukan seseorang dengan paras yang rupawan berjalan melewati kalian di suatu hari? Apa yang kalian rasakan saat melihat mereka? Apakah muncul perasaan kagum? Apakah kalian tidak bisa merasakan apapun dan hanya berdiri terpana dan terpesona? Ataukah kalian secara tidak sadar merasa kesal, lalu mengucap kalimat “Cantik sekali. Aku ingin menjadi seperti mereka” di dalam benak kalian? Yang pasti kalian akan langsung merasa kagum dengan paras indah seseorang yang terbilang sangat rupawan dalam standar kecantikan masyarakat atau mungkin di atas standar yang melekat tersebut. Sementara itu, seseorang dengan paras rata-rata dan di bawah rata-rata tidak akan mendapatkan reaksi yang sama dari kalian. Kenapa bisa begitu?
Menilai seseorang melalui penampilan mereka bukanlah hal baru, bahkan terdapat istilahnya sendiri, yaitu: lookism. Lookism adalah diskriminasi terhadap seseorang dengan melihat penampilan fisik mereka, di mana orang dengan penampilan rata-rata dan di bawah rata-rata cenderung memiliki prasangka dan diskriminasi yang buruk dibanding seseorang dengan penampilan di atas rata-rata. Bagaikan sebuah harta istimewa, begitulah kira-kira seseorang dengan penampilan yang atraktif atau di atas rata-rata ini diagungkan. Lalu, sampai mana konsep mengagungkan ini berlaku bagi masyarakat?
Di suatu malam di Jepang, seorang gadis manis terduduk tenang di sofa apartemennya, menunggu kekasihnya kembali dari kamar mandi. Mata gadis itu tidak bisa berhenti melirik ke arah ponsel kecil miliki kekasihnya yang terbaring tidak jauh dari posisinya saat ini. Akhir-akhir ini, kekasihnya tidak pernah memperhatikannya sama sekali— ia selalu pulang lebih awal di saat mereka berdua pergi keluar atau bahkan menolak ajakannya untuk berkencan. Apakah dia berselingkuh, pikiran itu otomatis masuk ke dalam benak gadis itu semakin lama dia menatap ponsel kekasihnya. Di saat ia tidak bisa menyingkirkan pikiran buruk itu dari belakang kepalanya, ia memutuskan untuk meraih ponsel itu sembari sesekali menatap ke arah pintu kamar mandi. Tanpa pikir panjang, ia langsung membuka kunci ponsel tersebut, dan matanya langsung tertuju kepada icon kecil bertuliskan ‘galeri’ yang berada di pojok bawah. Ia membuka aplikasi tersebut dengan harapan apa yang ia pikirkan tidaklah benar. Akan tetapi, pupilnya dipertemukan dengan foto kekasihnya yang tersenyum manis ke arah kamera bersama dengan seorang wanita yang bukan dirinya disebelahnya. Foto berikutnya juga menunjukkan gambar kekasihnya dengan wanita lain yang berbeda dengan wanita sebelumnya. Lagi, lagi, dan lagi. Semakin jarinya menggeser setiap foto semakin banyak ia melihat kekasihnya berada di dekat sekumpulan wanita yang bukan dirinya, dan ia memasang senyum tak berdosa di setiap foto tersebut. Amarah mulai menyelimuti sang gadis, terlebih saat matanya tertuju dengan sinis ke salah satu foto di mana sang kekasih menggenggam tangan seorang wanita dengan lembut.
“Dia milikku!” begitulah monolog yang keluar di pikirannya berulang kali saat ia meletakkan ponsel itu dan menutup matanya, berusaha melupakan foto-foto itu. Tapi, ia tidak bisa melupakannya. Setiap rasa cemburu dan amarah terkumpul menjadi satu saat ia melihat sang kekasih tertidur dengan pulas tanpa adanya rasa bersalah. Lalu, tanpa peringatan, ia menusukkan pisau yang ia ambil dari dapur ke arah perut sang kekasih.
Begitulah kisah Yuka Takaoka, Sang Gadis Manis, dan kekasihnya, Phoenix Luna, pada 23 Mei 2019 di Tokyo, Jepang. Yuka merupakan seorang gadis dengan rupa yang menawan yang sangat mencintai kekasihnya. Yuka begitu mencintainya hingga ia ingin kekasihnya itu mati bersama dengannya agar orang lain tidak bisa memilikinya; lalu, setelah kematian mereka, di kehidupan lain mereka akan bisa bersama.
“Karena aku sangat mencintainya, aku tidak bisa menahan diriku. Setelah membunuhnya, aku berencana untuk mati bersamanya agar kita bisa bersama di kehidupan selanjutnya” merupakan kalimat yang keluar dari mulut Yuka Takaoka saat polisi menanyakan alasan dibalik penusukan yang ia lakukan ke kekasihnya.
Phoenix Luna tergeletak dengan bersimbah darah ketika ia ditemukan oleh polisi, sementara Yuka duduk di sebelahnya dengan tubuh penuh darah Phoenix Luna dengan sebatang rokok di antara jarinya, menatap kosong polisi yang menodongkan pistol kearahnya sembari menelepon temannya. Yuka Takaoka berhasil ditangkap pada dini hari itu tanpa memberikan perlawanan. Dan beberapa hari setelah kejadian itu, pemerintah Jepang telah menetapkan hukuman yang akan mereka berikan kepadanya.
Namun, tidak seperti ekspetasi banyak orang, ditambah dengan kejahatannya yang melibatkan nyawa orang lain, pemerintah hanya memberikan Yuka hukuman pidana selama 3 tahun dan 6 bulan. Tidak hanya hukuman yang tidak wajar, masyarakat Jepang juga dikejutkan dengan berbagai reaksi dari warga internasional terhadap kasus tersebut. Bukan hukuman pidana yang tidak wajar atau bahkan kebrutalan Yuka yang mendapatkan banyak perhatian ini, melainkan penampilan fisik Yuka. Semua mata selalu tertuju pada penampilan manis dan cantik dari Yuka Takaoka untuk memperhatikan hal lain, memberikan komentar-komentar pujian tentang bagaimana manisnya Yuka terlihat sebelum kasus itu terjadi atau bahkan bagaimana cantiknya senyuman Yuka saat polisi membawanya pergi.
“Yuka Takaoka, The Pretty Yandere” menjadi topik hangat di kalangan masyarakat dengan sosial media aktif. Mereka memberikan title yang cocok untuk Yuka Takaoka karena dalamnya rasa cinta yang ia miliki kepada Phoenix Luna. Yandere. Yandere adalah istilah umum di kalangan pecinta dunia animasi jepang, di mana seorang yandere adalah seseorang yang rela melakukan apapun demi orang yang mereka cintai, bahkan jika harus membunuh orang itu demi bisa bersama mereka. Seberapa kejam tindakan yang dilakukan oleh Yuka maupun seberapa mengerikannya makna dari kata yandere jika masuk dalam konteks realita tidak membuat orang-orang mempertimbangkan semua pujian yang mereka berikan terhadap wajah dan gaya manis Yuka. Seketika, sosial media Yuka dipenuhi dengan banyak pengikut dan setiap postingan yang ia buat seketika masuk dalam kategori viral. Entah sejak kapan, seketika komentar yang hanya sekedar memberikan pujian kepada penampilan Yuka seketika berubah menjadi komentar mengenai moral Yuka.
“Dia tidak salah! Dia hanya terlalu mencintai pria itu!”, “Gadis ini terlalu cantik untuk berbuat kesalahan”, “Pria itu tidak pantas mendapatkan gadis secantik ini”, “Jika pria itu adalah aku, aku akan berterima kasih karena ia telah menyadarkanku bahwa aku punya seseorang yang mencintaiku”— bunyi setiap komentar yang tertulis. Paras indah Yuka, entah bagaimana, telah mengendalikan persepsi masyarakat dan mendorong mereka untuk membuat petisi untuk mengeluarkan Yuka dari penjara. Tidak hanya itu, Phoenix Luna juga mendukung apa yang dilakukan masyarakat dunia ini, bahkan mengatakan bahwa ia telah memaafkan Yuka atas apa yang terjadi.
Kejadian seperti itu bukanlah hal yang pertama kali terjadi, di mana kejadian masyarakat terpikat dengan penampilan yang rupawan ini sudah ada sejak dulu dengan keberadaan Ted Bundy, seorang pembunuh berantai.
Masyarakat luas, khususnya wanita, pada saat itu terpikat dan terhipnotis oleh paras dan tutur kata Ted Bundy yang rupawan untuk fokus terhadap berbagai kejahatan yang telah ia lakukan. Keterikatan ini bahkan sampai ditahap banyak munculnya surat lamaran pernikahan yang tertuju kepada Ted Bundy saat ia dipenjara. Bahkan setelah Ted Bundy mendapatkan hukumannya, Dewan mengatakan bahwa mereka telah kehilangan seseorang yang sangat berharga karena kejahatan yang ia lakukan. Banyak air mata dan tuntutan pembebasan keluar dari mulut wanita Amerika Serikat di saat Ted Bundy akan menerima hukuman matinya.
Bukan hanya Ted Bundy dan Yuka Takaoka, Cameron Herrin dan Isabella Guzman juga memiliki takdir yang sama, di mana mereka membunuh dan dihukum dengan pantas, tetapi masyarakat tidak bisa menerima apa yang terjadi kepada mereka hanya karena mereka terlalu rupawan untuk merasakan kehidupan keji yang ditawarkan oleh penjara. Petisi demi petisi dibuat untuk membebaskan Cameron Herrin dan Isabella Guzman, tapi tidak satupun berhasil untuk mengeluarkan mereka. Meskipun begitu, masyarakat masih menyuarakan cinta mereka terhadap dua kriminal tersebut, juga kepercayaan bahwa mereka tidak salah sama sekali. Entah bagaimana penampilan mulai dikaitan dengan moral seseorang.
Orang yang rupawan pasti akan memiliki moral yang baik, tutur kata yang sopan, dan lingkungan yang baik— begitulah persepsi yang tumbuh selama ini dan didukung oleh iklan, film, dan bahkan serial televisi yang ditawarkan oleh media-media besar. Sementara itu, orang dengan penampilan di bawah rata-rata atau rata-rata pasti akan memiliki moral yang tidak pasti, lingkungan yang buruk, dan tutur kata yang tidak baik. Sekali lagi, hal tersebut didukung dengan keberadaan media yang membuat mereka terlihat bodoh, jahat, atau bahkan kurang sopan di setiap film dan serial televisi yang ada. Karena itu, banyak orang ingin menjadi rupawan karena anggapan bahwa orang yang rupawan akan memiliki kehidupan yang lebih baik. Benarkah begitu?
Di suatu kota di Jerman, lahir seorang anak laki-laki dengan penampilan yang selalu menarik perhatian setiap mata yang berjalan melewatinya. Rupa indahnya ini selalu disamakan dengan salah satu Dewa Yunani, Apollo, Sang Dewa Matahari yang selalu menarik perhatian setiap orang dengan parasnya. Dengan rupa indahnya ini, ia berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai seorang aktor di usianya yang sangat muda, dan peran yang ia mainkan juga menunjukkan betapa indahnya dirinya di antara semua orang yang ada di sekitarnya. Film tersebut juga mendapatkan kesusksesan besar karena penampilannya. Tidak hanya itu, banyak perhatian mulai tertuju padanya, juga tawaran pekerjaan untuk film selanjutnya.
Pada awalnya, ia menyukai perhatian dan kesempatan yang ia dapatkan, tetapi lama-kelamaan setiap pujian baik yang ia terima berubah menjadi kata-kata vulgar yang berkomentar soal tubuhnya; perhatian yang didasari rasa peduli yang ia dapatkan juga perlahan berubah menjadi perhatian dengan maksud tersembunyi; setiap mata yang tertuju ke parasnya juga mulai tertuju ke setiap aktivitas yang ia lakukan setiap harinya. Tidak hanya itu, semakin bertambah umurnya, semakin banyak komentar buruk datang kepadanya, setiap kata mengatakan bahwa penampilan indahnya mulai menghilang. Layaknya seekor burung merak yang dijaga dan dilestarikan, begitulah ia diperlakukan, tetapi akan dilupakan ketika setiap bulu yang ada di tubuhnya mulai lepas semakin bertambah usianya. Parasnya menjadi satu-satunya hal yang penting bagi setiap orang di sekitarnya, bukan kepribadiannya maupun hobi dan bakat yang ia miliki. Semua selalu soal penampilannya, begitulah kisah hidup Björn Andréssen.
Kisah yang sama juga dialami oleh Marilyn Monroe, di mana setiap perhatian masyarakat luas selalu tertuju kepada kecantikan dan tubuhnya, di mana setiap foto dan video yang diambil selalu menggambarkan Marilyn sebagai figur menawan, seksi, juga khas dengan pose-pose yang memanjakan mata pria. Dengan senyum manis di wajahnya, ia selalu tampil di atas panggung dengan tutur kata yang manis dan sopan, tetapi ia tidak pernah merasa bahagia. Marilyn selalu merasa kesepian dan satu-satunya hal yang ia inginkan dari dunia adalah seorang anak yang bisa menemaninya, bukan suami maupun pasangan.
Namun, keinginan Marilyn selalu dianggap sebagai sebuah pesan bahwa ia hanya ingin berhubungan intim dengan pria kaya raya, dan menjadi sesuatu yang “cocok” untuknya karena ia lebih baik tinggal bersama seorang pria dan menjadi ibu rumah tangga saja karena ia tidak akan bisa melalukan pekerjaan lain. Persepsi kecantikan yang satu dimensional ini juga diceritakan dalam film “Malena”, di mana karakternya merupakan wanita rupawan layaknya Björn dan Marilyn yang penampilannya dan aktivitasnya selalu diperhatikan dimana saja, dan setiap hal yang ia lakukan selalu disertai oleh komentar masyarakat tentang baik ataupun buruknya aktivitas itu terhadap parasnya.
*****
“Kecantikan adalah segalanya” begitulah prinsip yang sudah melekat dengan kehidupan kalian sebagai masyarakat, dan prinsip tersebut akan terus ada hingga konsep kecantikan itu sendiri musnah. Namun, benarkah kecantikan yang kalian dambakan ini segalanya? Apakah kalian benar-benar bisa mencapai kehidupan yang kalian dambakan dengan kecantikan yang kalian tawarkan di saat kalian tinggal bersama segerombolan orang yang akan selalu memperhatikan dan menilai perilaku kalian? Apa yang akan kalian lakukan saat rasa cemburu dan kagum yang mereka rasanya mulai bermanifestasi sebagai aksi— ataukah kalianlah salah satu masyarakat itu?
Hati-hati, kisah yang kamu baca mungkin benar, berwaspadalah! Dapatkan cerita misteri lainnya dari Majalah Sunday.