Penulis: Syelvina Gusmarani – Universitas Negeri Jakarta
Hidup di asrama kampus, Dina dan Mira berbagi banyak cerita. Hingga suatu malam Dina pulang dan melihat sahabatnya tewas. Tanpa disadari, kematian itu menyeret Dina pada rahasia besar kampus.
Hujan deras mengguyur kampus malam itu, menciptakan harmoni mencekam bersama angin yang melolong di antara gedung-gedung tua. Dina berlari menembus hujan, tasnya terayun-ayun sementara dia bergegas menuju asrama. Perasaannya tidak enak sejak siang tadi, ketika Mira, teman sekamarnya, tidak menjawab satupun pesannya.
Lorong asrama tampak lengang ketika Dina tiba. Napasnya terengah saat dia membuka pintu kamar. Pemandangan yang menyambutnya membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Mira tergeletak di lantai, wajahnya pucat pasi, dengan sebotol obat kosong di sampingnya. Teriakan Dina memecah keheningan malam.
Polisi datang tak lama kemudian. Setelah pemeriksaan awal, mereka menyimpulkan ini sebagai kasus bunuh diri akibat depresi. Namun Dina tahu lebih baik. Dia ingat percakapan terakhir mereka tiga hari lalu, ketika Mira berbisik dengan suara bergetar, “Kalau sesuatu terjadi padaku, ingat pesanku di tempat biasa.” Kalimat itu terus terngiang di telinga Dina. Apa yang sebenarnya terjadi?
Seminggu setelah pemakaman, Dina memberanikan diri memeriksa kamar mereka. Matanya tertumbuk pada cermin besar di dinding, tempat mereka biasa berbagi rahasia. Dengan tangan gemetar, dia membongkar bingkainya dan menemukan secarik kertas bertuliskan “413”. Angka yang tampak sederhana, namun menyimpan misteri.
Dina teringat laci meja Mira yang selalu terkunci. Dengan jantung berdebar, dia mencoba kombinasi 413. Laci terbuka, mengungkap flashdisk dengan label “Untuk saat aku pergi”. Di dalamnya, Dina menemukan rekaman percakapan yang mengungkap segalanya.
Dina menyambungkan flashdisk itu ke laptopnya. File audio yang ada di dalamnya menyuarakan ketegangan Mira dengan jelas. Dalam rekaman itu, Mira menyebutkan adanya jaringan yang mencuri data pribadi mahasiswa, mulai dari nomor kontak, informasi keluarga, data finansial seperti beasiswa atau cicilan pendidikan, hingga lokasi aktivitas mahasiswa di kampus.
Data-data ini dijual kepada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menggunakannya untuk penipuan dan pengawasan. Lebih buruk lagi, Mira menemukan bahwa jaringan ini memiliki koneksi dalam kampus, melibatkan oknum mahasiswa dan staf kampus. Di tengah suara Mira yang panik, terdengar ancaman dari suara pria yang tak dikenal, “Jika kau terus menggali, kau tahu apa akibatnya.”
Bulu kuduk Dina meremang. Kematian Mira bukanlah kebetulan. Mira telah dibungkam karena berusaha mengungkap jaringan kejahatan ini. Kini Dina sadar bahwa dirinya mungkin juga dalam bahaya, tapi tekadnya bulat dia harus mengungkap kejahatan ini demi keadilan untuk Mira.
Dina segera mencoba menghubungi seorang wartawan investigatif yang dia kenal, namun upayanya mulai terhambat saat pesan-pesannya tak dibalas. Beberapa hari kemudian, Dina mendapati akun media sosialnya diretas dan nomor-nomor tak dikenal mulai menghubunginya dengan pesan-pesan penuh ancaman. Jelas, Dina merasa terus diawasi.
Akhirnya, Dina bertemu dengan seorang mahasiswa teknik informatika yang juga pernah bekerja dengan Mira. Mereka berdua mulai bekerja sama mengumpulkan bukti lebih lanjut, mengakses server kampus yang menyimpan data-data rahasia ini. Dari situlah mereka menemukan bahwa data pribadi mahasiswa dijual ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan data tersebut untuk keuntungan besar, seperti manipulasi survei, pemerasan, hingga perekrutan ilegal.
Dengan penuh risiko, Dina membawa bukti-bukti ini ke kantor polisi. Setelah penyelidikan intens, kasus ini akhirnya terbongkar dan melibatkan pihak berwenang, yang juga mengungkap adanya koneksi dengan jaringan kejahatan siber internasional.
Meski berakhir dengan terbongkarnya jaringan tersebut, Dina tak akan pernah melupakan kehilangan sahabatnya. Mira telah menjadi korban dalam perang informasi yang gelap, namun Dina merasa lega bahwa keadilan bagi sahabatnya akhirnya ditegakkan.
Di makam Mira, Dina meletakkan sebuket bunga. Meski kepergian sahabatnya menyisakan luka yang dalam, dia bersyukur telah berhasil mengungkap kebenaran.
“Istirahatlah dengan tenang, Mira,” bisiknya.
“Keadilan sudah datang untukmu.”
*****
Kisah ini memberikan bahwa petunjuk bisa datang dari tempat yang tidak terduga dan kadang-kadang, hal-hal kecil yang tampak sepele bisa menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran. Keberanian untuk mencari keadilan adalah langkah penting, meskipun segala sesuatu tampak tak berpihak.
Hati-hati, kisah yang kamu baca mungkin benar, berwaspadalah! Dapatkan cerita misteri lainnya dari Majalah Sunday.