Majalah Sunday

Behind The Scene

Penulis: Husna Raharjo – Universitas Kristen Indonesia

After what had been seen behind the scene

The heart finally find rest 

When it knows what it made for

Do you want to find out?

And no

It’s not people nor this world

Behind The Scene

Behind The Scenes, Majalah Sunday

Pict by Unsplash.com


Part 5

Kamar pribadi Daffa di sini cukup besar, berbeda dengan kamar pribadinya yang ada di rumah Ibunya. Daffa menghela nafas dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang masih empuk. Dia tersenyum lantaran kamarnya masih terjaga meskipun dia sudah tidak tinggal lagi di sini. Udaranya begitu sejuk dan dekorasi kamar yang aesthetic dan nyaman membuat Daffa mengantuk dan tertidur.

Daffa pun bermimpi. Dia berjalan di sebuah kota yang gedung-gedungnya menjulang tinggi. Langitnya gelap ke abu-abuan dan kabut gelap ada dimana-mana. Jalannya sepi dan lampu jalannya redup.

Entah kenapa kok rasanya nyaman banget ya? Padahal gelap gini,” batin Daffa.

Daffa pun terus berjalan lurus. Ia melihat beberapa toko yang tutup tapi lampunya menyala, tapi dia mengabaikannya. Akhirnya Daffa pun berhenti di sebuah jembatan lantaran dia mendengar suara laki-laki dalam bahasa asing di balik mobil tua yang sudah ringsek.

“Just go…”

“Stay away from me!”

“Wait, don’t go…”

“Don’t leave me! Please!”

“No! Leave me alone!”

“No… Stop it…”

“Où dois-je aller…”

“C’est la vie, Hahahaha…”

Daffa pun menghela nafas karena yang ia mengerti hanya beberapa. “

Tadi itu ada bahasa Prancis juga kah?”

Batin Daffa. Ia sempat menyesali dirinya yang selalu mendapatkan nilai bahasa Prancis yang jelek di SMKnya. Kemudian Daffa pun mengendap-endap, namun Daffa tidak menemukan siapa-siapa di balik mobil tua tersebut. Tapi ia menemukan botol-botol yang pecah, dan beberapa barang yang tidak enak dipandang.

Behind The Scenes, Majalah Sunday

Pict by Unsplash.com

“Daffa…” ucap laki-laki di belakang Daffa. Daffa pun spontan kaget dan menengok kebelakang. Ia melihat Arka dengan wajah yang memar dan penuh luka.

“Arka? Astaga Arka lo kenapa!?” Daffa memegang pundak Arka dan menganalisa dari ujung kepala sampai ujung kaki. Arka hanya menundukkan pandangannya sambil membisu.

“Oii Arka!” Ucap laki-laki di belakang Arka. Arka sama sekali tidak menengok sedangkan Daffa langsung mengalihkan pandangannya ke arah laki-laki tersebut. Daffa sama sekali tidak mengenali laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut tinggi, tampan, dan wajahnya seperti orang asing.

“I thought you could make a wise choice…” kata laki-laki tersebut. “Why would you want to live that life? Just come with me and your life will be full of everything that you want.”

Arka tidak merespon, dia justru melihat ke arah Daffa.

“Can you… help me?” ucap Arka yang gemetar. Daffa pun terdiam dan tubuhnya menggigil. Tidak lama kemudian Daffa mendengar suara ketukan pintu.

Pict by Unsplash.com

“Kak Daffa, Papa sudah pulang.”

Daffa pun kaget dan terbangun dari tidurnya. Ia melihat Mang Asep masuk ke dalam kamarnya.

“Tadi saya ketok-ketok situ gak buka pintu, lalu Papa kamu nyuruh saya buat langsung bangunin kamu aja.” ucap mang Asep. Daffa garuk-garuk kepala.

“Yaudah sana kamu langsung ke ruang makan aja, ditungguin noh.” ucap mang Asep yang langsung keluar dari kamar Daffa. Daffa masih membeku di atas tempat tidurnya.

Daffa pun masuk ke ruang makan. Ibu tiri dan papa kandungnya menyambut Daffa dengan hangat. Daffa memperhatikan Arka wajahnya mulus dan tidak ada luka sedikitpun. Hanya saja Arka sedari tadi hanya melihat makanan yang disediakan sambil sibuk mengorek-ngorek makanan di depannya dengan garpu, tapi tidak dimakan. Daffa pun memilih untuk duduk di samping Arka.

“Nanti gue mau ngomong sama lo ya, terserah di mana yang penting cuman kita berdua,” bisik Daffa.

“Oke” balas Arka, datar. Ia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari makanan yang ada di depannya.

Behind The Scenes, Majalah Sunday

Pict by Unsplash.com

Acara makan malam berjalan dengan baik. Papa Arka menanyakan banyak hal kepada Daffa mengenai sekolahnya, seperti biasa. Setelah selesai Arka mengajak Daffa pergi ke ruang perpustakaan keluarga. Mereka pun duduk di sofa.

“Gue emang mengundurkan diri.” ucap Arka

“Tapi kenapa? Udah gitu pake gak masuk beberapa hari segala, gue yang ditanyain…” balas Daffa. Arka terdiam sejenak dan ia menghela nafas sambil memijat keningnya. “Sebenarnya banyak banget yang mau gue tanyain sama lo, sama yang waktu itu juga.” lanjut Daffa.

“Okay, okay fine!“ bentak Arka. Daffa mengernyitkan dahi dan menyilangkan tangan di depan dadanya.

“Lo mau gue jawab yang mana dulu?” tanya Arka

“Yang soal lo gak ngaku ketemu gue, itu aja dulu. Trus lo jelasin soal kenapa lo mengundurkan diri.”

“Iya sebenarnya gue ketemu lo waktu itu.” ucap Arka.

“TUH KAN, Lo kenapa-” ucapan Daffa langsung terpotong oleh Arka

“Lo mau gue jelasin ga?” ucap Arka.

“Iye, lanjut” bales Daffa.

“Gue waktu itu lagi capek. Gue gak ngaku ke elo karena gue malu udah cerita terlalu banyak. Dan gue bersyukur lo nyamperin gue pas gue berdiri di pinggir tebing.” ucap Arka. “Maafin gue”

“Gue kesel sih jujur.” balas Daffa sembari menatap Arka dengan tatapan tajam. “Tapi iya gue maafin.”

Arka pun menghela nafas.

“Gue waktu itu posisinya lagi capek mental, tau-tau gue kepilih seleksi untuk ikut lomba ke Prancis. Orang-orang mah mikirnya gue seneng kali ya? Gue cuman manusia biasa, gue sebelumnya udah ikut lomba ini-itu, gue capek! Gue mau istirahat!” Ucap Arka yang membuat Daffa merenung.

“Kalo gue kasih tau siapa yang nge-blackmail gue, lo bakal ilfeel sama orangnya. Tapi gue gak mau spill. Toh dia juga gak ganggu lo. Gue juga punya aib, dan gue ga mau aib gue kesebar.”

Mendengar hal itu Daffa mengernyitkan dahi.

“Dia orangnya baik banget kok sebenarnya. Cuman dia sakit kayak gue. Gue berharap dia cepat sembuh. Ya dia doang sih yang nge-blackmail gue. Sisanya banyak yang ngechat gue di IG dan sosmed lainnya. Gak gue gubris, habis waktu gue kalo ngeladenin mereka.”

“Mungkin mereka cuman mau lebih deket sama lo?” ucap Daffa.

“Gue gak mau pacaran Daffa. Gue mau fokus sama sekolah gue sambil nyembuhin diri dan luka batin,” ucap Arka “Gue gak mau main-main soal perasaan, gue punya prinsip kalo lo suka sama orang, lo harus punya alasan logis untuk itu, dan lo harus punya kesiapan secara agama, mental dan finansial untuk langsung ke pernikahan,” ucap Arka. Daffa gak nyangka Arka punya paradigma seperti itu.

“Lagi pula Daffa, gue tuh dulu berasal dari keluarga broken home,” ucap Arka dengan nada lirih. Daffa berusaha diam mendengarkan.

“Dulu ayah gue tuh sangat abusive sama mama. Barang-barang di rumah pecah kalo mereka berantem. Gue udah sama sekali gak minat makan atau main kalo udah liat mereka begitu, dan itu hampir setiap hari.” ucap Arka.

“Di rumah seperti itu keadaan ayah dan mama. Tapi orang-orang di luar mikir kalo mereka adalah pasangan yang sangat so sweet. Ayah punya perusahaan di Inggris, beliau emang orang sana aslinya. Waktu cerai, dia ngajak gue ikut sama dia di sana, ya gue ogah lah. Gue pilih pulang sama mama ke Indonesia.”

“Oalah pantes ya aksen British lu medok banget,” balas Daffa.

“Oh iya, pas kami sampai di Indonesia, kami langsung urus status kewarganegaraan. Mama langsung ganti nama gue jadi nama orang Indonesia.”

“Oh, aslinya nama lo apa?”

“James Wright.” jawab Arka

“Hi James…! ” saut Daffa sambil nyengir

“Jangan mulai” balas Arka ketus. Daffa semakin cengengesan. Arka memijat keningnya.

“Ya itu, semenjak mama gue nikah sama papa lo, gue baru ngerasain bener-bener punya seorang ayah. Dia lembut banget, suportif, dan gak kasar sama gue dan mama. Terus pas ketemu lo, gue ngerasa punya saudara,” ucap Arka sambil tersenyum. Daffa hanya terdiam.

“Maafin gue ya, gue selama ini iri sama lo. Gue pikir hidup lo enak-enak aja, semua yang gue mau, ada di hidup lo. Maafin gue ya.”

“It’s okay, gue ngerti kok. Jadi gimana kalo mulai sekarang kita jalin hubungan sebagai saudara? Tapi lo ga usah kasih tau anak-anak di kelas kita. Gue gak mau kita jadi trending topic,” mendengar ucapan Arka, Daffa tertawa lepas.

“Astaga hahahaha, tapi bener juga sih. Mencegah lebih baik ye kan dari pada terlanjur kesebar.” ucap Daffa.

“Iye” balas Arka.

“Also gue punya deal”

“Apaan?”

Wajah Arka berubah serius “Adakah hal yang lo mau dari gue?”

“Kenapa lo bilang gitu tiba-tiba?” tanya Daffa.

“Karena gue juga mau minta tolong sama lo, kalo lo mau. For a deal. This is something serious”

“…” Daffa membeku di tempat. Mendadak dia teringat dengan mimpinya tadi. Suasana perpustakaan mendadak menjadi sangat dingin dan bulu kuduknya berdiri. Arka menatapnya dengan tatapan yang sangat tajam, dan kemudian ia tertawa histeris. Arka terjatuh dan tangannya kaku dan menggigil. Tanpa menyebut apa yang harus dilakukan, Daffa tahu pertolongan apa yang harus ia berikan.

“PAPAAAA….! MA’AM LOUISAAA! MANG ASEEEP, ARKA PINGSAN!!!”  Daffa berteriak kencang sambil menopang Arka dengan bahunya dan berusaha membawanya keluar.

[ TAMAT ]

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mentaledukasi seksualtips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 206
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?