Penulis: Muhammad Lutfi
Tepi sungai yang hancur remuk
Tanpa sisa tanpa ikan
Tiada hidup dan penuh sampah
Air mampet warnanya hitam gulita
Kegelapan yang menghantui rumah mereka
Dari anyam bambu dan triplek
Miring menyentuh bibir sungai
Polisi datang berteriak
“Segera keluar atau kami paksa!”
Bunyi buldoser dengan beringas
Sedia di bawah pohon angsana
Daun jati berguguran
Tampak senyap dan duka
Satu persatu mereka keluar dari rumah
Dindingnya dimakan buldoser yang dendam
Halamannya penuh debu
Seorang lelaki tua
Menggerayangi badan anaknya
Segera diciumnya bau darah dan amis
Wanita terhuyung tengkurap mati
Dalam keadaan tergusur
Lelaki tua sibuk mencari bininya
Bau amis darah makin keras
Seperti bir dan kolesom
Digerayanginya tubuh anaknya
Satu persatu dihitungnya
Kini lengkap sudah
Bau amis darah itu dari pohon angsana
Terkubur bersama beberapa jimat
Dan mantra tolak balak
Sepanjang jalan berbaris rumah yang terkubur
Sisanya jadi gembel dan gelandangan
Cari kerja sana sini
Tapi badan tak berdaya
Ditemukan pula sisa sisanya
Di bawah lampu trotoar
Di tepi taman kota
Di depan pagar sebuah bank
Lelaki tua berteriak
Suaranya penuhi angkasa
Langit gelap dan hujan
Dia berlari ke belakang gor
Tidur di emper toko sampai larut malam
Pagi hari nasi ditemukannya menganga
Di depan matanya
Dia bingung bertanya tanya
Dari mana yang aku harap harap ini
Tapi Segera diraih kucing piaraan empunya toko
Diusirnya lelaki tua dengan ditendang dan pakai umpatan
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.