Penulis: Munira Alaydrus – UIN Jakarta
Pernah mau belajar, tapi malah scroll satu jam?
Bayangin, kamu buka HP cuma buat bales chat sebentar. Lalu, tiba-tiba lihat notifikasi TikTok, klik sebentar, nonton video 15 detik… terus lanjut lagi, lagi, dan lagi. Nggak sadar, satu jam udah lewat.
Kedengarannya familiar? Kalau iya, kamu nggak sendirian. Banyak remaja sekarang terjebak dalam pola “notif–scroll–repeat” yang bikin susah banget fokus, apalagi saat belajar. Oleh karena itu, di artikel ini kita bakal bahas kenapa short video bisa bikin otak kehilangan konsentrasi, serta langkah-langkah simpel untuk ngembaliin fokus kamu.
Short video adalah format konten singkat, biasanya di bawah satu menit, yang populer di TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts. Format ini cepat, padat, dan gampang banget dinikmati. Dengan kata lain, cocok buat otak yang suka hiburan instan.
Berdasarkan survei GoodStat, sebagian besar remaja di Indonesia menghabiskan rata-rata 3–4 jam sehari di media sosial, dengan TikTok jadi salah satu yang paling banyak diakses. Selain itu, notifikasi HP juga berperan besar, sekali bunyi, otak otomatis “lompat” untuk ngecek.
Nah, kebiasaan scroll ini bukan cuma soal waktu yang habis, tetapi juga soal gimana otak kita merespons setiap kali terpapar konten singkat. Faktanya, ada proses di balik layar yang bikin kita betah, bahkan ketagihan.
Short video memberikan efek-efek berikut sehingga akan berpengaruh ke proses belajar kita, mari kita kupas biar makin paham!
Setiap kali kita nonton short video yang lucu atau menarik, otak melepas dopamin, yaitu hormon yang bikin kita merasa senang. Di sisi lain, dopamin dari short video datang dengan cepat dan sering, sehingga bisa bikin otak kita “manja” sama rasa senang yang instan.
Short video melatih otak untuk cepat berpindah dari satu hal ke hal lain. Akibatnya, kita kesulitan mempertahankan fokus dalam jangka waktu lama. Alhasil, baca buku 5 menit aja udah gelisah pengen ngecek HP.
Dalam 5 menit scroll, kita bisa ketawa, kaget, sedih, bahkan marah. Pergantian emosi yang terlalu cepat ini bisa bikin mood nggak stabil, dan hasilnya membuat mental kita cepat lelah.
Kalau dipikir-pikir, efek short video ke kebiasaan belajar kita tuh nggak langsung kelihatan. Awalnya cuma kayak, “Ah, scroll sebentar sebelum belajar, kan cuma lima menit.” Rupanya, lima menit itu sering jadi lima belas menit, setengah jam, bahkan satu jam. Lama-lama, otak jadi terbiasa dengan ritme cepat dan singkat yang ada di konten itu.
Akhirnya, pas kita harus belajar, baik itu nyatet di kelas atau baca buku di rumah, otak merasa ritme belajar itu terlalu pelan. Otak seperti “nyari” sensasi cepat dan segar yang biasanya datang dari video singkat. Akibatnya, pas guru lagi jelasin, pikiran udah nyasar ke video kocak yang kemarin muncul di FYP, atau pas baca buku, tangan refleks nyari HP buat “sekedar” cek notifikasi.
Belajar pun jadi terasa lebih berat. Waktu yang tadinya cukup satu jam bisa molor jadi dua atau tiga jam karena kita terjebak di siklus belajar sebentar – scroll sebentar – balik belajar lagi. Dan masalahnya, setiap kali kita terganggu, otak butuh waktu cukup lama untuk kembali fokus penuh.
Motivasi kita pun juga bisa ikut kena. Pelajaran yang butuh waktu dan kesabaran jadi terasa membosankan dibanding hiburan instan yang selalu siap di genggaman. Perasaan “ah nanti aja belajarnya” makin sering muncul. Lambat laun, kemampuan kita buat bertahan di satu tugas menurun tanpa kita sadari.
Yang tricky adalah semua ini nggak terasa “bahaya” di awal. Nggak ada alarm atau tanda peringatan besar. Tetapi kalau dibiarkan, lama-lama efeknya bisa numpuk, kita jadi cepat kehilangan fokus, materi nggak nyangkut lama di kepala, dan hasilnya waktu belajar nggak pernah terasa cukup.
Untungnya, otak kita punya kemampuan buat beradaptasi lagi. Jadi, fokus itu bisa kita latih ulang dengan langkah-langkah kecil yang gampang untuk diterapin. Yuk, kita lihat caranya!
Otak kita punya sistem yang disebut orienting response, artinya setiap kali ada suara atau getaran, otak otomatis mengarahkan perhatian ke sana. Walaupun ini bagus untuk bertahan hidup di alam liar, tetapi nggak ideal saat belajar. Solusinya simpel: matikan notifikasi dari aplikasi non-prioritas atau aktifkan mode Do Not Disturb saat belajar. Dengan begitu, otak nggak terus-terusan “lompat” ke hal lain.
Otak membutuhkan waktu sekitar 15–20 menit untuk mencapai deep focus. Kalau di tengah waktu itu kita terganggu, prosesnya reset lagi dari awal. Oleh karenanya, coba buat aturan sederhana selama sesi belajar, HP taruh jauh dari jangkauan fisik, bahkan lebih baik lagi kalau di ruangan lain.
Sama seperti otot, fokus juga bisa dilatih. Mulai dengan target kecil, misalnya belajar fokus penuh 15 menit tanpa distraksi, lalu naikkan jadi 25, 40, sampai 60 menit. Metode seperti Pomodoro Technique bisa membantu, tetapi kuncinya adalah konsistensi.
Otak yang sering terpapar konten cepat akan terbiasa dengan ritme itu. Untuk melatih kembali kesabaran otak, sisipkan konsumsi konten panjang setiap hari, dengan membaca buku, mendengar podcast, atau menonton video edukasi 10–20 menit. Dengan begitu, otak terbiasa lagi dengan ritme yang lebih lambat dan stabil.
Menurut riset neuropsikologi, menunda kepuasan (delayed gratification) membantu meningkatkan kontrol diri. Sebagai contoh, membuat aturan sederhana, seperti setelah belajar 30–45 menit, baru boleh buka media sosial selama 5 menit, dapat memberi pemahaman bahwa hiburan datang sebagai hadiah setelah kerja keras, bukan di tengah-tengahnya.
Fokus itu sebenarnya bisa dilatih lagi, pelan-pelan, tanpa harus mengubah semua kebiasaan sekaligus. Faktanya, short video memang seru, tetapi sering membuat pikiran kita loncat-loncat, sehingga susah bertahan lama di satu hal. Adakalanya, kita baru sadar pengaruhnya setelah belajar terasa lebih berat dari biasanya.
Menemukan cara kecil yang cocok buat mengembalikan ritme belajar bisa jadi langkah awal yang ringan. Kalau kamu punya pengalaman atau trik yang pernah berhasil, seru juga kalau kita saling tukar cerita di platform Majalah Sunday.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, dan tips pelajar hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.