Majalah Sunday

Bertemu di Titik Terbaik: Takdir

Penulis: Nur Anisah-UNJ

Sunners, kalian pernah mengalami hubungan tanpa status atau hubungan jarak jauh? Pasti hubungannya hanya ada dua pilihan apakah itu berlanjut atau diam di tempat, mungkin cerita pendek berikut ini dapat sesuai dengan cerita Sunners ya!

CERPEN BERTEMU DI TITIK TERBAIK: TAKDIR

Apakah kamu pernah menjalani hubungan tanpa status/jarak jauh? Mungkin cerpen "Bertemu di Titik Terbaik" akan relate dengan kisahmu

Teks terkait gambar, pict by canva.com

        Embun pagi yang basah. Matahari belum menampakkan diri. Cuaca berkabut tipis meski hujan telah berhenti. Membuka pintu dan menghirup udara segar dengan sepenuh hati. Segar sekali udara pagi ini.

        “Ibu, Dinda berangkat ya” 

        Aku berlari kecil seperti hari lalu untuk pergi sekolah. Hujan yang cukup deras semalam menyisakan tetesan embun yang masih ada pada dedaunan dan tampak tanah masih basah dan lembab. 

        “Selamat pagi, pak” Sapa Dinda ke Pak Adi, pak satpam penjaga sekolah Dinda. 

        Sesampainya di kelas Dinda meletakkan tas mungilnya di atas meja. 

        “Eh mau liat dong tugas matematika, kalian udah belum?” 

        “Pantas datang pagi lu Din, taunya belum ngerjain tugas Bu Ica.” Ledek Mila. 

        Kedua alisnya diangkat karena terperangah. Seorang pria tampan, dengan postur tubuh yang gagah menghampiri dirinya. Pesona yang terpancar dari sosok Rangga memang membuat para hati wanita yang melihatnya akan meleleh. Selain punya wajah yang tampan, Rangga merupakan siswa paling  berprestasi di sekolah, otaknya yang cerdas dan terlihat sangat dingin karena keseharian Rangga selain belajar di kelas jam istirahat pun dihabiskan oleh Rangga di perpustakaan. Begitulah pesona pria tampan, dingin, dan kutu buku menurut pandangan Dinda, walau begitu banyak mengundang perhatian dan ketertarikan wanita di sekitarnya.

        “Oh ini tempat duduk lu ya?” Tanya Dinda dengan leher yang mendongak ke atas dan menatap tajam ke arah Rangga. Tidak menjawab pertanyaan dari Dinda, Rangga hanya terdiam dengan menunjukkan muka yang datar dan sedikit masam.

        Dinda bangun dari tempat duduknya dan berpindah ke samping Mila tempat duduk aslinya. 

        “Tuh cowok kenapa si, dingin banget. Ditanya ga dijawab, gue liatin malahan jutek. Dasar cowok aneh, heran gue kok bisa si cewek-cewek suka sama cowok robot kaya dia”.

        “Yeh lagi salah lu sendiri kenapa, duduk di bangku dia. Udah tau yang punya galak” Jawab Mila

        Ibu Ica, guru mereka, masuk ke dalam kelas dengan senyuman lebar.

.       “Selamat pagi, anak-anak. Hari ini ibu akan membagikan hasil ulangan kalian yang kemarin ya. Bagi yang nilainya di bawah 75 langsung remedial. Ibu akan memberikan soal yang baru dan harus dikumpulkan juga hari ini. Bagi yang tidak remedial, boleh membaca bukunya untuk materi selanjutnya. Untuk yang tidak remedial hanya Rangga, tepuk tangan untuk Rangga” Sorak Bu Ica mengajak para siswa dan siswi bersuka ria.

takut menghadapi SNBT

         Bel istirahat telah berbunyi pertanda waktu istirahat telah tiba. Setiap siswa memilih aktivitasnya masing-masing. Ada yang ke kantin, berdiam di kelas, atau ke perpustakaan. Dinda melangkahkan kaki menuju kantin. Tak jauh berbeda dari biasanya, Dinda menerobos keramaian di setiap koridor dan berlenggok-lenggok tak peduli siapa pun di situ.

        Ketika hendak sampai di pertengahan jalan. Tiba-tiba “Brukkk”  tanpa sengaja Dinda menabrak Rangga hingga semua buku yang dipegang Rangga jatuh berantakan. 

        “Eheh maaf, maaf ga sengaja gue, tadi gue buru-buru” Dengan muka yang sedikit panik dan membantu merapikan seluruh buku yang jatuh berantakan.

         “Mangkanya jalan tuh pake mata, jangan gerabak-gerubuk emang ini jalanan punya lu pribadi” Tegas Rangga tanpa memperdulikan perasaan Dinda dan merapikan semua buku.

         Dinda terkekeh, mendengar ucapan pria yang baru saja membentak dirinya di depan umum. Lamunannya buyar ketika mendengar langkah kaki seseorang yang mendekat ke dirinya. 

        “Eh Din, lu ngapain di sini. Gue nungguin lu di kantin tapi ga datang-datang taunya bengong di sini. Ini apaan Din?” Mengambil buku kecil yang jatuh di hadapannya. Dinda yang masih setengah sadar, langsung mengambil buku itu dan pergi meninggalkan Mila sendirian.

         Hari berganti, terlihat langit sudah membiru dan matahari telah menunjukkan dirinya yang begitu cerah. Hari ini Dinda sangat bersemangat menuju sekolah. Sesampainya di sekolah yang sudah cukup ramai, ia langsung masuk ke dalam kelas.

        “Hei Rangga, gue mau dong jadi temen lu atau sahabat lu” Berdiri tepat di hadapan Rangga yang sedang membaca buku. Melihat hal itu Rangga hanya menyengit keheranan. 

         “Yeh dijawab dong Rangga, gue mau jadi teman lu, lu mau kan jadi teman gue?” Dinda mendekatkan dirinya membuat kedua mata mereka saling bertatapan. Rangga semakin heran atas sikap wanita aneh dan agresif di depannya. “Oke, berarti kalau gada jawaban, gue simpulin lu mau jadi teman gw. Nanti istirahat kita makan bareng ya” Jelas Dinda meninggalkan Rangga di bangkunya sendiri.

          Dinda terus berupaya mendekati Rangga untuk dapat berteman lebih dekat. Usaha Dinda tidak menghianati hasil. Dinda berhasil mengubah sikap Rangga. Bermula sangat dingin, tidak mempunyai sahabat atau bahkan tidak memiliki teman seorang pun. Walau masih banyak yang mengejar-ngejar kegantengan dia.

         “Din”

         “Ya?”

         “Makasih, ya”

         “Makasih? Untuk apa?”

         “Untuk semuanya, makasih kamu ada di sini, di samping aku”

         “Hmm kenapa, kok tiba-tiba?” Ucap heran Dinda melihat sikap Rangga.

         “Iya, kamu hebat Din. Kamu orang pertama yang bisa mengembalikan aku seperti semula lagi, meninggalkan keterpurukan, dan bangun kembali menjadi sekarang. Aku gatau Din, kalau kamu sekarang gada di samping aku. Jadi teman curhat aku, teman jalan-jalan, dan teman tapi mesra” senyum tipis Rangga melihat ke arah Dinda.

         Dinda tidak memperdulikan ucapan Rangga dan mengambil ponsel yang berada di tasnya. Dengan cepat, Rangga merebut ponsel yang akan dipegang oleh Dinda.

         “Dinda, kamu mau jadi pacar aku? Pacar, sahabat, teman, teman hidup?” Rangga menggoda Dinda yang pipinya sudah kemerahan.

         “Hah, apaan si. Galucu tau?!” Pipi Dinda yang semakin memerah.

         “Iya beneran, aku mau kamu jadi pacar aku untuk sekarang dan jadi teman hidup aku di masa yang akan datang. Kamu mau ya?” Jelas Rangga mendekatkan dirinya ke hadapan Dinda. Dinda tidak berani menatap dan terdiam membisu seribu bahasa.

         “Oke, kalau diam aja berarti jawabannya mau ya. Sama seperti kamu yang nanya wakti itu ke aku, kamu mau ga jadi teman aku? Sekarang aku bukan lagi teman kamu, tapi pacar kamu ya” peluk Rangga cukup erat.

          Sejak saat itu, Rangga dan Dinda memiliki hubungan yang spesial lebih dari seorang teman. Waktu kelulusan di depan mata. Semua siswa dan siswi kelas 12 sedang menunggu hasil keputusan apakah akan diterima di universitas yang mereka impi-impikan atau tidak.

         “Rangga, aku mau berbicara sesuatu. Ada hal yang ingin aku ungkapin dan aku tunjukin ke kamu. Kamu bisa ketemu sama aku sekarang?” ajak Dinda melalui pesan singkat.

         “Boleh, ayo kita ketemu. Sama ada hal yang ingin aku omongin ke kamu, ini penting banget” jawab Rangga.

          Setibanya di restoran favorit mereka. Memesan makanan dan minuman dan menyantapnya. Disela-sela makan mereka, Dinda memulai obrolan dengan mengingatkan akan suatu kejadian yang pertama kali mereka berbicara. Pada saat Dinda menabrak Rangga dan menjatuhkan semua buku-bukunya.

         “Kamu ingat ga, waktu itu pertama kali, kamu bicara sama aku. Bukan bicara si tapi bentak aku, saat aku jatuhin buku kamu?”. Rangga mengangguk-angguk mengerti ucapan Dinda. “Saat itu aku menemukan satu buku kecil kamu yang tertinggal waktu jatuh. Pada waktu itu aku ga berniat untuk mengembalikan buku itu ke kamu, karena aku ngerasa aku butuh buku itu untuk tau sebenernya kamu itu kenapa? Kenapa kamu sangat dingin, gaperduli sama orang lain. Tapi setelah aku baca buku itu, dan tau kenapa kamu. Aku jadi berkeinginan untuk dekat sama kamu. Aku tau cara aku salah, tapi yang perlu kamu ingat, aku berteman sama kamu bahkan sampai saat ini kita pacaran aku benar-benar suka dan sayang sama kamu. Maafin aku Rangga” terdiam dan tidak terasa pipinya sudah basah yang takut menunggu respon Rangga.

         “Eh jangan nangis, aku ga marah. Lagi untuk apa aku marah, kalau semuanya udah terjadi? Lagi pula itu buku ga terlalu penting untuk aku, malahan aku bersyukur, yang nemuin buku aku itu kamu. Kamu bukannya meledek aku, tapi kamu berusaha mendekati aku. Makasih ya, kamu selalu ada untuk aku” Rangga menenangkan Dinda dan menghapus air matanya. Rangga melanjutkan pembicaraanya. 

          “Ada yang mau aku sampaikan ke kamu, tapi kamu jangan marah ya. Aku diterima di universitas impian aku” ucap Rangga lirih. 

          “Serius kamu?” membulatkan mata dan tegap menghadap Rangga. 

          “Iya, aku serius”

          “Kalau gitu bagus dong, terus kenapa kamu sedih?” tanya Dinda. 

          “Iya aku sedih, karena harus jauh dari kamu” jawab Rangga lemah.

          “Kamu ya, kirain aku kenapa. Kita bisa hubungan jarak jauh, kaya orang-orang apa itu namanya Long Distance Relationship (LDR). Tenang aja hati aku seluruhnya hanya untuk kamu seorang. Jangan hapus cita-cita kamu demi cinta kamu kepada seseorang. Itu gaboleh, aku gasuka. Selamat ya sayang, kamu hebat. Pria tampan dan pintar” peluk Dinda sangat erat.

          Kisah kasih Dinda Rangga berlanjut walau dipisahkan oleh jarak. Namun, kisah kasih itu tidak sampai lama. Hubungan mereka kandas, karena faktor kesibukan masing-masing dan perbedaan waktu yang cukup lama.

          “Kamu harus ingat selalu Din, sampai kapan pun rasa sayang aku ke kamu tidak akan pernah hilang dan tidak akan terganti oleh siapapun. Aku ga mau egois, aku ga punya waktu untuk kamu. Mungkin untuk saat ini kita lebih baik berpisah, menjalani kehidupan kita masing-masing, mengejar semua impian kita. Ketika takdir mempertemukan kita kembali, aku yakin kita akan bertemu di titik yang terbaik. Aku sayang kamu Dinda”. Secarik kertas bersamaan dengan barang-barang yang diberikan oleh Rangga untuk Dinda dari luar negeri.

 

         Dinda hanya berharap, suatu saat nanti takdir akan mempertemukan dirinya dengan kekasih hatinya, pada hari dan waktu yang baik dan bertemu di titik terbaik.

 

         Dinda dan Rangga, berawal dari hanya sekedar teman, teman dekat, sahabat, menjadi cinta. Pada akhirnya menunggu takdir apakah Rangga dan Dinda akan bertemu di titik terbaik atau tidak. Takdir yang akan menjawabnya. 

 

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 248
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?