Penulis: Lilis Anggraeni – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ada beberapa orang yang merasa cemas, gugup, dan gemetar saat harus berada dalam kerumunan atau bahkan berbicara dengan orang lain. Kondisi tersebut adalah salah satu contoh konkret dari gejala gangguan kecemasan sosial.
Gangguan kecemasan sosial atau juga disebut social anxiety disorder menggambarkan kondisi mental seseorang yang merasa cemas berlebihan atau takut terhadap situasi sosial. Lantas, apakah kecemasan sosial dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara normal dalam kehidupannya? Simak selengkapnya dalam ulasan artikel berikut.
Ilustrasi seorang wanita berada diambang kecemasan, pict by canva.com
Tidak semua orang yang merasa cemas di waktu tertentu termasuk pengidap gangguan kecemasan sosial. Maka dari itu, penting bagi sunners mengenali tanda dan gejala gangguan kecemasan sosial. Ditinjau secara medis oleh Dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa yang dikutip dari laman Hello Sehat. Gejala gangguan kecemasan sosial dibagi menjadi dua, yaitu gejala dari segi psikis dan segi fisik.
Istilah “psikis” berkaitan dengan aspek-aspek mental dan emosional individu yang melibatkan pikiran, perasaan, dan perilaku. Adapun gejala psikis yang timbul pada pengidap gangguan kecemasan sosial seperti di bawah ini:
Selain itu, gejala gangguan kecemasan sosial bisa juga dilihat tanda-tandanya dari segi fisik seseorang. Pengidap gangguan kecemasan sosial biasanya menunjukkan gejala fisik yang disertai gejala psikis, seperti rasa takut berlebihan. Berikut adalah beberapa di antaranya:
Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti faktor pemicu gangguan kecemasan sosial. Akan tetapi, beberapa faktor berikut dinilai bisa memicu seseorang menjadi fobia sosial.
Tidak bisa dipungkiri bahwa gangguan kecemasan sosial bisa diturunkan dari keluarga. Apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang mengidap kecemasan sosial, ada kemungkinan satu anggota keluarga lainnya pun beresiko mengalami kondisi yang sama.
Akan tetapi, gangguan kecemasan sosial yang disebabkan faktor genetik belum sepenuhnya pasti. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan riwayat gangguan kecemasan sosial tidak secara otomatis akan mengalami kondisi tersebut. Dalam hal ini, faktor genetik lebih memungkinkan terjadi bila ada kaitannya dengan faktor lingkungan, termasuk pola asuh orangtua.
Lingkungan sosial, seperti keluarga, teman sebaya, dan masyarakat memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku individu. Oleh karena itu, gangguan kecemasan sosial dapat dipengaruhi oleh keadaan atau situasi lingkungan sosial.
Apabila orangtua terlalu protektif menyebabkan anak menjadi tidak bebas mengekspresikan diri bahkan menimbulkan rasa tidak percaya diri. Akibatnya, timbul rasa tidak nyaman dan takut akan penilaian orang lain saat berada di situasi sosial.
Selain itu, pengalaman traumatik seperti korban kekerasan, perundungan, pelecehan seksual, penculikan dan sebagainya juga bisa memicu trauma jangka panjang, sehingga mengganggu kestabilan mental korban. Pengalaman traumatis seperti ini dapat menciptakan penilaian negatif, ketidaknyamanan hingga berujung kecemasan yang berkelanjutan dalam situasi sosial.
Amigdala merupakan salah satu bagian otak yang berfungsi untuk mengontrol respon terhadap emosi, terutama rasa takut dan stres. Apabila aktivitas amigdala berjalan dengan sangat aktif dapat menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmitter, seperti norepinefrin dan serotonin yang berperan dalam mengatur respon stres dan kecemasan.
Selain itu, Peningkatan aktivitas amigdala juga dapat memengaruhi fungsi bagian otak lain, seperti korteks prefrontal yang bertanggung jawab mengatur kontrol diri dan penilaian rasional.
Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan individu menjadi sensitif terhadap sinyal-sinyal sosial, seperti mengalami kecemasan saat dalam situasi sosial.
Gangguan kecemasan sosial memerlukan penanganan khusus, terlebih jika sudah mengganggu aktivitas sehari-hari. Karena hal itu bisa berdampak pada perilaku seseorang dalam kehidupan sosial, seperti sulit menjalin interaksi sosial, kesulitan bersikap asertif, selalu memiliki pandangan yang negatif, sensitif terhadap kritik, kecanduan alkohol, penyalahgunaan NAPZA, hingga percobaan bunuh diri.
Dengan demikian, ada dua metode penanganan gangguan kecemasan sosial sebagai berikut.
Jenis terapi ini lebih menekankan pada aspek psikis individu, seperti emosi, pikiran, dan perilaku. Salah satu bentuk psikoterapi yang bisa dicoba adalah terapi perilaku kognitif. Terapi ini sendiri bertujuan untuk mengontrol rasa cemas, yang mana psikolog atau dokter mendampingi pasien dalam menghadapi situasi yang membuatnya cemas atau takut.
Selama pendampingan tersebut, psikolog atau dokter akan memberikan solusi untuk menghadai situasi yang membuat cemas dan takut. Terapi perilaku kognitif biasanya berlangsung selama 12 minggu dan selain dilakukan dengan psikolog atau berkelompok, bisa juga dilakukan bersama pasien fobia sosial yang lain.
Untuk mendapatkan pengobatan, penderita harus memastikan resep obat yang diterima dari ahli medis yang tepat. Adapun jenis obat untuk atasi gangguan kecemasan sosial antara lain:
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa terapi pengobatan gangguan kecemasan sosial tidak selalu tampak secara cepat. Terkadang, diperlukan waktu bertahun-tahun bagi pasien untuk mengonsumsi obat secara teratur guna mencegah kekambuhan. Untuk itu, disarankan untuk menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter dan secara rutin berkomunikasi dengan dokter mengenai perkembangan kondisi pasien.
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.