Penulis: Endah Romadhon – UNJ
Sunners! Tahukah kalian tentang apa itu mitos pemerkosaan? Mitos pemerkosaan adalah kepercayaan yang keliru dianut oleh masyarakat tentang pemerkosaan dan karena hal tersebut berdampak pada masyarakat dalam menanggapi korban, meminimalisir konsekuensi pelaku, dan memperburuk keadaan korban. Dengan mengetahui mitos pemerkosaan serta faktanya dapat membuat kita melawan stigma negatif masyarakat kepada korban dan dapat mendorong kebijakan hukum untuk lebih adil
Mitos dan fakta pemerkosaan (Sumber: canva.com)
Sunners, terdapat 6 mitos pemerkosaan dan faktanya yang sebagai berikut:
Pada saat kasus pemerkosaan terjadi korban selalu diasumsikan menggunakan pakaian yang terbuka sehingga tanggapanya, seperti “korban mengenakan pakaian yang terbuka sehingga dianggap mengundang laki-laki untuk menyentuhnya”. Namun, faktanya dikutip dari data Change.org (2018) terdapat bahwa mayoritas korban pelecehan seksual tidak mengenakan pakaian yang terbuka, melainkan terdapat celana/rok (18%), hijab (17%), dan baju lengan panjang (16%).
Mitos pemerkosaan ini muncul karena adanya anggapan bahwa pemerkosaan terjadi karena pelaku merasa tertarik oleh korban secara fisik, tetapi faktanya pemerkosaan terjadi karena pelaku ingin menunjukkan dominasi dirinya terhadap korban, ingin menghina korban, ingin mencelakakan korban, dan ingin mempermalukan korban. Faktanya pula bahwa korban pemerkosaan bisa terjadi pada siapa saja.
Pelaku pemerkosaan dianggap impulsif saat beraksi. Pada faktanya bahwa mayoritas tindakan pemerkosaan dilakukan pelaku secara terencana. Mengutip CNN kasus pemerkosaan yang terjadi pada gadis penjual gorengan 6 September 2024 bahwa pelaku telah bersiap dengan membawa tali rafia untuk mengikat korban apabila korban melawan. Pada kasus tersebut menjadi salah satu data fakta yang ada bahwa perbuatan pelaku tidaklah impulsif, melainkan tindakan dilakukan secara terencana.
Pelaku pemerkosaan dianggap orang yang tidak dikenal oleh korban karena terhubung dengan mitos sebelumnya bahwa pelaku dianggap bergerak secara impulsif. Namun, faktanya pelaku pemerkosaan bisa dari orang terdekat kita, seperti pada kasus yang terjadi pada Mei 2024 terdapat kasus pemerkosaan yang dilakukan Ayah kepada anak kandungnya sendiri sampai sang anak mengidap penyakit kelamin. Melalui kasus tersebut menjadi salah satu data fakta bahwa pelaku pemerkosaan bisa dari orang terdekat.
Mitos pemerkosaan ini ada karena anggapan masyarakat pada korban yang saat terjadi pemerkosaan tidak menolak secara fisik ataupun verbal sehingga korban dianggap menginginkan peristiwa itu terjadi. Namun, pada faktanya saat terjadi pemerkosaan tubuh korban dapat mengalami membeku (freez) karena adanya perasaan takut terhadap pelaku dan jika melakukan perlawanan, pemerkosaan masih bisa terjadi bahkan korban dapat lebih terluka karena pelaku biasanya tidak hanya membawa tangan kosong.
Laki-laki tidak bisa menjadi korban dan hanya perempuanlah yang menjadi korban pemerkosaan, tapi pada faktanya laki-laki juga dapat menjadi korban dari pemerkosaan. Mengutip dari data Komnas Perempuan bahwa 1 dari 10 korban pelecehan seksual di ruang publik merupakan laki-laki.
*****
Mitos pemerkosaan yang dianut oleh masyarakat harus diluruskan karena kesalahpahaman yang terus berlanjut hanya akan membuat korban pemerkosaan semakin tersiksa dan hanya membuat pelaku merasa aman. Ayo, Sunners kita keluar dari stigma negatif ini dan meluruskan kesalahpahaman yang sudah lama terjadi!
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.