Majalah Sunday

Pertemuan Mimpi Dengan Cinta Sejatiku

Penulis: Ike Tania Pardede, Universitas Kristen Indonesia

Namaku Claudia, umurku 17 tahun dan ini sedikit cerita tentang hidupku. Aku terlahir dari keluarga yang kurang beruntung dibanding dengan keluarga lainnya. Bagiku, orang yang paling beruntung adalah mereka yang bisa merasakan keharmonisan dalam keluarga. Aku ingin merasakan suasana yang mustahil itu, meskipun cuma 5 menit, aku akan sangat bersyukur kepada Tuhan.

Bagiku, mama dan papaku adalah orang yang paling egois di dunia ini. Mereka hanya memikirkan kebahagiaan mereka, dan melupakan kebahagiaanku. Aku merasa aku hanyalah beban bagi mereka, karena mereka terlihat kesulitan  menentukan dengan siapa aku hidup nantinya. Padahal aku hanya ingin hidup bersama mereka. Hingga akhirnya keputusan mereka untuk menitipkanku kepada nenek adalah akhir dari semua drama. Mereka merasa keputusan mereka untuk menitipkanku kepada nenek adalah jalan yang terbaik.

Aku dirawat nenek sejak usiaku masih 10 tahun, dan sejak orang tuaku membuat keputusan itu aku tak pernah lagi melihat wajah mereka. Bahkan untuk mengunjungi aku sama nenek pun terasa berat buat mereka. Aku tidak merindukan mereka sama sekali dan tidak berharap mereka akan mengunjungiku.

Untuk apa aku harus melakukan hal itu kepada orang yang egois? Aku cuma ingin mereka datang menjenguk nenek dan mengucapkan satu kata buat dia yaitu terima kasih, karena nenek pantas mendapatkan itu. Dia sosok yang kuat, yang mampu menghadapi sifatku yang keras kepala ini. Dia merawatku dengan penuh kasih sayang layaknya seorang ibu dan anak. tapi tetap saja, itu akan terasa berbeda dengan mereka yang bisa merasakan kasih sayang dari ibu mereka.

“Nenek aku berangkat sekolah dulu yah,” ujarku sambil mencium telapak tangan nenek yang sudah mulai keriput dimakan usia. Ini adalah kebiasaanku setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Dan ini adalah didikan nenek untuk berpamitan kepada  orang lain sebelum meninggalkannya.

Di sekolah, aku punya sahabat namanya Rio. Dia adalah satu-satunya orang yang paling mengerti keadaan aku dan yang paling tau semua masalah hidup aku. Aku dan dia sahabatan sejak kita masuk SMA dan sekarang kita sudah kelas 3. Dia adalah salah satu orang yang paling beruntung di dunia ini. Karena dia terlahir dari keluarga yang kaya raya dan harmonis. Bahkan dia sering bilang ke aku, “Aku juga sebenarnya mau merasakan rasanya jadi anak broken home biar hidupku lebih menantang.”

Aku tak tau apa yang sedang ia pikirkan saat mengucapkan kata itu. Dia benar-benar sudah bosan hidup bahagia. Di sekolah, aku kadang kesal dengan pelajaran yang membahas tentang keluarga bahkan tak jarang aku lebih memilih untuk bolos daripada harus mendengarkan pembahasan yang tidak berguna itu.

Rio sering menasehatiku untuk bisa bersahabat dengan masalah bukan menghindar, “Aku tau ini berat buat kamu tapi lebih berat lagi kalau kamu memilih untuk menghindar karena dia akan terus mengikutimu sampai kamu punya jalan keluar untuk mengatasinya. Masalah tidak akan selesai begitu saja mereka butuh solusi.” Ini adalah nasehat dia saat aku kembali dijebak oleh masalah hidupku yang tak berujung.

Rio juga sering mengajakku bermain ke rumahnya dan mengenalkanku kepada orang tuanya. Aku rasa Rio sudah menceritakan kepada mereka tentang latar belakang keluargaku. Rio adalah anak satu-satunya jadi orang tua mereka sangat selektif memilih teman untuk Rio. Tapi aku bersyukur karena mereka menyambutku dengan sangat baik. Mereka memperlakukanku seperti anak mereka juga. Hingga aku sering lupa kalau mereka adalah keluarga Rio bukan keluarga aku.

Suatu hari di taman belakang rumah Rio, kami mengobrol, “Kenapa kamu mau berteman sama anak broken home kaya aku?”

”Emang anak broken home nggak layak buat dapat teman?”

“Tapi kamu nggak takut suatu saat ikut terjerumus dalam masalah hidupku?”

“Kenapa takut, aku mau merasakan rasanya di posisimu, kira-kira aku kuat ga yah,” kata Rio sambil menatap mataku.

Rio memang terlahir dari keluarga yang bahagia, tapi aku bisa merasakan kesepian yang ia alami saat orang tua mereka sibuk. Dia butuh seorang teman yang bisa mengisi hari-harinya.

Cerita Pendek, Cinta Sejatiku

Sebentar lagi, kami akan mengikuti Ujian Akhir Nasional dan segera meninggalkan seragam putih abu-abu. Aku senang dan bangga karena aku bisa melewati tahun-tahun ini tanpa dukungan dari kedua manusia egois itu. Tapi aku juga sedih karena sebentar lagi aku dan Rio akan memilih jalan hidup masing-masing. Aku bersyukur bisa mengenal Rio, dan aku harap dia juga bersyukur bisa mengenalku. Tiga tahun bukan waktu yang singkat buat kami. Ada banyak kenangan dan masalah yang sudah kita lewati bersama yang pasti akan sulit buat dilupakan. Namun ketakutan sering muncul di benakku saat membayangkan hari-hariku tanpa Rio lagi. Mungkin hariku akan terasa hampa dan mungkin masalah hidupku yang akan menguasai duniaku karena tak ada lagi sosok yang bisa membantuku buat menenangkan  semuanya.

“Rio pulang sekolah aku mau ngobrol sama kamu boleh ngga?” kataku sebelum guru masuk ke kelas.

“Boleh dong,” jawab Rio.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku mengajak Rio ke taman dekat perpustakaan sekolah. Itu adalah taman tempat aku dan Rio saling berbagi masalah hidup, atau lebih tepatnya aku berbagi masalah hidup ke Rio.

“Mau ngomong apa?“ kata Rio sambil duduk di sampingku.

“Lulus sekolah nanti, kamu mau kemana? ” tanyaku.

Rio bisa melihat mataku yang begitu sedih akan berpisah dengannya. Ia menghela nafas lalu menjawab, “aku mau melanjutkan kuliahku di Amerika itu adalah saran dari papa.”

Aku langsung menoleh ke arah Rio seperti ada ketakutan dan kesedihan yang sangat besar saat mendengar dia mengucapkan kata itu. “Kamu mau?” kataku.

 “Menurut kamu?”

“Banyak anak yang melanjutkan hidup mereka karena tuntutan dari orang tua, bukan karena mereka menyukainya dan kurasa itu tidak baik itu hanya akan menyiksa diri kita.” Aku yakin Rio tau maksud aku bicara seperti ini.

“Amerika adalah salah satu negara impianku. Aku bermimpi suatu saat aku bisa kesana, dan Tuhan mengizinkanku untuk melanjutkan kuliahku di sana. Bukankah itu luar biasa? aku menyukainya karena itu adalah bagian dari mimpiku,” kata Rio sambil tersenyum.

Rasanya air mataku tak tahan lagi untuk bereaksi saat mendengar Rio berkata seperti itu,tapi aku berusaha untuk menahannya.

“Kalau kamu mau kemana?” tanya Rio.

“Aku mungkin mau fokus mengurus nenek dulu, aku tak punya alasan untuk membiarkan nenek mengurus dirinya sendiri dengan usia yang sudah tua.”

“Lalu kamu mau mengubur mimpimu hanya karena nenekmu? Kalau suatu saat dia meninggal, apakah mimpimu masih menunggumu? Waktu terus berjalan, dan itu tak akan bisa kembali. Manfaatkan waktu itu sebaik mungkin.” 

Lagi-lagi aku terpukul saat mendengar Rio berkata seperti itu. Dia benar-benar harus merasakan rasanya berada di posisi aku. Di mana kita harus memilih antara menemani nenek atau melanjutkan mimpi dan meninggalkan nenek yang membantu kita mewujudkan sebagian dari mimpi kita. Ini adalah keadaan yang sangat sulit.

Hingga akhirnya hari ketakutan terbesarku pun tiba UN berakhir dan semua siswa dinyatakan lulus. Aku bisa melihat sorakan bahagia dari raut wajah Rio, karena sebentar lagi dia akan menjemput  salah satu mimpinya yaitu negara Amerika Serikat. Begitu pun dengan siswa lainnya. Mereka bersorak girang karena mereka akan menjemput mimpi mereka masing-masing. Aku ingin merasakan sorakan itu, tapi kenyataan memaksaku untuk tidak melakukannya. Aku harus tau diri. Aku tak punya mimpi, jadi buat apa aku bahagia. Mimpiku hanya akan berakhir disini saja. Dan selanjutnya aku akan fokus untuk menemani nenek menikmati masa tuanya.

“Selamat yah, sebentar lagi akan jadi warga Amerika nih,” kataku sambil memukul pundak Rio.

“Makasih, pokoknya kamu harus temenin aku ke bandara yah aku mau perpisahan ini sangat berarti,” kata Rio sambil mengusap kepalaku.

Ada perasaan yang tak biasa yang aku rasakan. Aku merasa kalau Rio adalah bagian terpenting dalam hidupku. Bahkan mendengar dia membicarakan hal ini saja rasanya aku tak akan bisa menjalani hari-hariku selanjutnya.

12-08-1998 adalah waktunya Rio melakukan perjalanan ke Amerika. aku menemani dia dari membantu packing barang, pesan tiket, mengurus visa dan banyak lagi. Dan terakhir adalah aku akan menemani dia ke bandara sekalian perpisahanku dengan dia. Aku sangat sedih. Sepanjang perjalanan aku terus menyandarkan kepalaku di pundak Rio seakan-akan aku tak bisa melepaskan dia. Dan aku rasa ada getaran yang sama juga yang dirasakan Rio.

Dia terus mengusap rambutku dan sesekali mencium keningku. Kita bahkan tidak menyadari kalau kita bertingkah layaknya seorang pasangan. Aku juga bisa melihat kesedihan di mata Rio.

Setibanya di bandara Rio terus mengelus rambutku seakan-akan dia berpesan kalau aku dan dia akan terus bersama-sama.

“Kamu hati-hati yah,” kataku mengucapkan salam perpisahan kepada Rio.

Rio langsung menarikku dan memelukku sambil menangis. Aku yang dari tadi menahan air mata akhirnya ikut menangis dan semua orang yang yang mengantar Rio pun ikut menangis. Rio memelukku sangat erat dan berbisik di telingaku

“I love you.”

Seketika jantungku langsung berdetak kencang ada perasaan yang tiba-tiba kurasakan . Aku tak percaya Rio mengucapkan kata itu. Aku melepas pelukan Rio dan menatap dia dengan tatapan yang kaget, seolah-olah aku tidak percaya Rio mengatakan itu

“Kamu ngga salah dengar kok, aku bilang I love you?” kata Rio sambil memegang pundakku sambil tersenyum dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.

Aku tak bisa berkata-kata aku hanya bisa menangis

“Makasih sudah mau menjadi bagian dari hidup aku. Dari kamu aku belajar banyak cara untuk memecahkan masalah. Jujur aku bosan dengan hidup aku yang monoton, aku ingin sesuatu yang lebih menantang. Dan saat kamu hadir dihidupku kamu sering memberikanku tantangan untuk menyelesaikan masalah secara mendadak. Dan kurasa itu sangat menyenangkan dan hal seperti ini tak pernah kurasakan sebelumnya, sebelum aku mengenal kamu.”

“Aku akan kembali dalam waktu 3 tahun, tunggu aku yah,” kata Rio sambil mengusap air mataku.

Aku masih tidak percaya Rio akan berkata seperti itu kepadaku, tapi dia benar-benar mengucapkan kata itu. Rio kemudian mulai melangkahkan kaki dan akhirnya aku kehilangan bayangan dia.

Cerita Pendek, Cinta Sejatiku

Dua tahun berlalu,

Aku benar-benar tidak menyangka kalau sudah sejauh ini aku dan Rio tidak saling berkabar. Sekarang aku sedang berada di rumah sakit menemani nenekku yang sedang sekarat bahkan berbicara pun dia sudah tak sanggup. Setelah nenekku meninggal aku bingung akan melanjutkan hidupku seperti apa. Aku sudah tidak punya apa-apa selain nenek.

Tiba-tiba aku teringat janji Rio sebelum berpisah, “Tunggu aku 3 tahun.”

Apakah dia masih ingat janji itu? atau dia sudah bahagia dengan dunianya sekarang, dan melupakan janji itu? semoga saja tidak.

Saat aku sedang memikirkan Rio, tiba-tiba suster memanggilku katanya ada yang mencariku. Dan ternyata dia adalah tetanggaku, dia datang sambil menangis. Lalu aku menjelaskan ke dia kalau nenekmu baik-baik saja dia belum meninggal. Tapi ternyata dia menangis bukan karena nenekku tapi karena dia ada berita duka. Ibu dan ayahku kecelakaan saat dalam perjalanan mau menjenguk nenek dan aku. Mereka berdua sudah sepakat untuk meluangkan waktu mereka untuk melihat keadaan aku sama nenek, tapi maut menjemput mereka saat dalam perjalanan. Aku menangis pikiranku kosong. Meskipun aku membenci mereka, tapi mereka adalah orang tuaku, aku juga masih mencintai mereka.  Aku langsung ke rumah duka dan berdiri kaku melihat tubuh ayah dan ibuku dalam kondisi tak bernyawa.

“Kenapa masalah ini tak kunjung berakhir?” teriakku kepada Tuhan.

Mama papa ku sudah pergi, dan yang aku punya tinggal nenek dengan keadaan terbaring lemah di kasur panjang. Aku benar-benar bingung dengan hidupku kedepannya.

“Praak,” suara dari kamar rawat nenek.

Aku langsung berlari dan menemui nenek. Nenek menjatuhkan gelas dan menyuruhku untuk memanggil dokter aku langsung berlalu menemui dokter. Setelah 1 jam dokter  menangani nenek, diapun keluar dengan raut muka yang sedih. aku langsung berlari ke kamar nenek tanpa mau tau penjelasan dari dokter.

“Neneeeeekkk,” wajah nenek sudah ditutup oleh kain putih. Aku memeluk nenek sambil menangis. “Aku mau kemana lagi nek, kalau nenek udah ngga ada.”

Aku terus memohon kepada dokter untuk mengembalikan nyawa nenekku, tapi dokter hanyalah manusia bukan Tuhan. Dan satu-satunya jalan adalah aku harus mengikhlaskan semuanya. Meskipun ini sangat berat.

Akhirnya tantangan hidupku selanjutnya adalah menafkahi hidupku sendiri. Aku bersyukur karena aku masih punya rumah nenek, jadi aku masih punya tempat untuk berteduh. Aku memutuskan untuk memasukkan lamaran kerja di sebuah perusahaan sebagai office girl. Ini adalah pekerjaan yang lumayan buat saya. dan gajinya lumayan cukup untuk kebutuhan ku sehari-hari.

Kira-kira Rio tau tidak kalau mama papa sama nenekku meninggal ? aku tiba-tiba kepikiran Rio lagi. Enam bulan lagi aku dan Rio sudah 3 tahun tidak berkabar. Dan aku masih menunggu janji Rio berharap dia akan menemuiku. Aku ingin mengucapkan kata yang tak sempat aku ucapkan untuknya “I love you.”

Cerita Pendek, Cinta Sejatiku

Hari ini adalah hari yang sibuk karena kita disuruh manajer untuk mendekor suatu kafe dekat perusahaan dengan konsep lamaran. Mungkin ada dua sejoli yang akan membuktikan cinta mereka di sini. Aku mendekor ruangan ini sambil berkhayal suatu saat aku dan Rio akan seperti ini juga. Aahh itu mustahil. Bahkan saat mama papa dan nenekku meninggal pun dia tidak ada kabar

“Clau, dipanggil pak direktur,” kata salah satu staff perusahaan

Ternyata pak direktur perusahaan ini adalah ayahnya Rio. Aku kaget dan senang juga bisa ketemu sama beliau. Rasanya rindu aku ke Rio bisa terobati dengan melihat wajah ayahnya.

“Iya pak ada apa?” kataku sambil menundukkan kepala.

“Panggil saja om, kan biasanya kamu manggilnya om,” kata ayah Rio sambil mengelus kepalaku.

“Jadi gini, besokkan anak teman om mau lamaran, kamu bersedia tidak untuk jadi pembawa acaranya, script nya sudah disediakan tinggal kamu baca saja.”

“Tapi om aku ngga bisa jadi MC.”

“Ngga papa nanti dilatih kok, gaunnya juga sudah disediakan.”

Aku kaget dan bingung, dari sekian banyaknya staff di perusahaan ini, kenapa harus aku seorang office girl yang dipercayakan menjadi MC di acara yang penting ini. Tapi apa boleh buat, ini adalah perintah pak direktur jadi aku harus melakukannya.

Keesokan harinya, aku berdandan layaknya seorang pengantin dengan gaun yang sangat indah. Aku seperti bukan mc lagi, tp seperti seorang wanita yang sedang bersiap menuju ke altar. Aku merasa gugup dan takut. Tapi aku tetap harus profesional. Dan acaranya pun dimulai. Aku berjalan keatas panggung dengan perasaan takut dan gugul, sesampainya di panggung lampu mendadak mati dan ruangan jadi gelap. Cuma lampu di lorong depan aku dan diatas kepalaku yang menyala.

Aku semakin bingung dengan konsep ini, apakah ini bagian dari pacarnya? tapi dari kemarin aku tak melihat 2 sejoli yang akan lamaran itu. Dimanakah mereka?

Tiba-tiba ada seorang lelaki berjalan dari lorong tepat di depan aku, dari kejauhan aku sepertinya mengenal postur tubuhnya. dan semakin dekat orang itu semakin jelas. Dan ternyata dia adalah Rio. Dia berjalan dengan membawa setangkai bunga mawar ditangan kanannya ditangan kirinya seperti memegang sesuatu di belakang. Dia berjalan ke arahku sambil diiringi musik romantis. Aku semakin bingung dan heran. Tapi apakah dua sejoli itu adalah aku dan Rio? Rio semakin mendekat dan akhirnya dia tepat di depan mukaku

“Terimakasih sudah setia menungguku selama 3 tahun, seperti janji saya saya akan kembali. Aku telah mendengar berita tentang nenek dan mama papamu dan itu sangat menyedihkan. Aku ingin memberimu semangat dan menguatkanmu seperti Rio yang dulu, tapi aku memilih untuk tidak melakukannya sampai aku bisa menyelesaikan acara ini dengan tuntas. Jadi itu adalah bagian dari rencana ini. Kamu benar-benar wanita yang kuat yang pernah aku kenal. Bahkan saat nenek mu meninggalkanmu pun kamu bisa bertahan sampai saat ini dan itu yang membuatku kagum padamu. aku ingin mewujudkan mimpimu untuk merasakan keluarga yang bahagia tapi dengan konsep yang berbeda. Aku dan kamu lah yang akan membangunnya.”

Semua orang bertepuk tangan mendengar Rio berbicara seperti itu dan aku hanya bisa terdiam dan belum percaya Rio tiba-tiba muncul di hadapanku lalu mengucapkan kata-kata itu. Bahkan melepaskan rindu pun belum sempat

“Aku benci dengan masalah hidupmu yang menjadikanmu wanita yang murung, oleh karena itu aku punya mimpi untuk bisa membahagiakanmu. Aku yakin kamu pasti tidak ingin anak-anakmu kelak merasakan apa yang kamu rasakan dan kamu akan berjuang sekeras mungkin untuk hal itu. Jadi maukah kamu berjuang bersamaku?”

Lanjut Rio sambil berlutut di hadapanku sambil membuka kotak yang berisi cincin yang disembunyikan di tangan kanannya

Semua orang berteriak, “Mau, mau, mau,” termasuk kedua orang tua Rio.

Air mataku tak berhenti mengalir, aku belum pernah merasakan kebahagiaan seperti ini. Aku benar-benar bahagia.

Dan akhirnya i said “Yes.”

Rio langsung memelukku dengan erat sama seperti dia memelukku sebelum kita berpisah waktu itu. tapi pelukan yang ini adalah pelukan kebahagiaan dan  melepaskan rasa rindu yang sudah berat.

Aku dan Rio akhirnya menikah dan membangun keluarga yang harmonis. Sekarang Rio menjadikanku dan anak-anakku kelak sebagai orang yang paling beruntung bisa merasakan keluarga yang bahagia. Semoga nenek bisa bahagia melihatku. Dan aku juga berterima kasih kepada mama papa, berkat mereka aku bisa menemukan cinta sejatiku seperti Rio.

*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 547
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?