Penulis: Daniel Nugroho – UBM
Aku sedang berjalan-jalan hari itu dan hari pun mulai menjadi gelap. Seharian, aku mencari seorang model yang akan kubadikan dalam karyaku, tapi tak ketemu juga. Ya, tak masalah walaupun hari sudah menjadi gelap; foto akan lebih estetik saat malam menjelang. Aku terus berjalan sampai tak terasa sudah berada di dalam taman. Di taman itu, tak disangka, akhirnya aku bertemu seseorang yang tampak unik dan cocok untuk karyaku selanjutnya. Dia memakai baju hitam pekat dengan celana jeans biru tua. Tampilannya sangat klasik, apalagi wajahnya ketika dia melihat handphone terlihat sangat rupawan. Tanpa pikir panjang, aku mengeluarkan kamera dan langsung menghampirinya.
“Halo, gw seorang street photographer dan gw suka nih sama outfit lu. Mau gak lu jadi modelnya?” tanyaku dengan rasa gugup.
Aku pun mengambil beberapa foto, pict by dall-e
Aku mengambil beberapa foto dan dia mulai berpose seperti halnya para model. Aku sangat senang telah mengambil beberapa foto dan hasil akhirnya kuperlihatkan kepadanya. Ia menghampiri dan bertanya, “Bagaimana hasilnya?”. Foto yang telah aku ambil itu pun kuperlihatkan kepadanya dan kubilang, “Bagus dong, lihat deh, kamu cocok kan jadi modelnya.” Pujiku.
Dia mengatakan bahwa dia sangat suka dengan hasil akhir fotonya, dan itu membuatku sangat senang.
Setelah ia pergi, aku langsung bergegas ke rumahku, sambil terus memandangi foto-foto yang telah kucapture. “Gila, dia model yang cocok banget!” bisikku dalam hati. Setelah sampai di depan rumah, aku membuka pintu. “Kreaaak,” suara pintu terbuka. Aku masuk ke kamar dan mendekati meja belajarku. “Argh, suasana seperti ini yang aku impikan: tanpa suara keramaian, hanya ada aku, kameraku, dan laptopku,” pikirku.
Aku pun mencetak foto yang tadi aku cetak, pict by canva.com
Semua ini demi momen untuk mencetak foto yang kucapture tadi. Aku membuka laptop dan menghubungkannya dengan kamera, lalu mencetak foto tersebut. “Ahhh, foto ini akhirnya sudah kucetak. Memang benar, dia yang paling cocok untuk karyaku selanjutnya,” kataku. Foto ini akan kubadikan di kamarku dan kupajang di dinding agar terus memotivasiku dalam berkarya.
Namun, pikiran gelap tiba-tiba muncul. Bagaimana jika aku mengabadikannya dalam keadaan tak bernyawa? Tapi bagaimana caranya
Mencekiknya atau menusuknya berulang kali? Sudah kuputuskan, aku akan menusuknya seperti korban keduaku. BUKANKAH SESEORANG TAMPAK INDAH SAAT HAMPIR MATI?
*****
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.