Majalah Sunday

Memutus Mata Rantai Toxic Parenting Agar Tidak Berujung Bundir

Penulis: Indira Apsari Dewi – Universitas Esa Unggul

Bunuh diri di kalangan remaja masih terus terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhinya, termasuk tekanan dari lingkungan sekitar. Namun, yang paling menyedihkan adalah ketika tekanan itu datang dari dalam keluarga, khususnya dari orang tua. Tekanan dari orang tua, dalam berbagai bentuk masalah, sering kali menjadi pemicu utama kasus bunuh diri di kalangan remaja.

Contoh kasus yang baru terjadi adalah ketika seorang mahasiswi Unair ditemukan tewas di mobil. Ia meninggalkan dua surat wasiat, yang salah satu wasiatnya menyatakan:

  1. Dear Mom.
  2. Thank you for protecting me all this time, but now your protection has made me so useless.
  3. I can never make my own decisions in my life.
  4. Now this is how I show my independence.
  5. I choose what I choose in my life.
  6. I see no future for me.
  7. I know how much you love me.
  8. This isn’t your fault.
  9. I’m not blaming you.
  10. I’m sorry I can’t love you back.
  11. I’m sorry I can’t protect you,”

(cc: https://edukasi.okezone.com/)

Dari surat ini kita bisa membedah, kenapa sih kesehatan mental seorang remaja itu penting? Dan di bagian mana yang menandakan ada sebuah tekanan?

Dia berterimakasih ke orang tuanya telah menjaganya hingga detik ini tetapi penjagaannya hingga saat ini sangat tidak berguna menurut Caroline; ia tidak pernah merasakan bagaimana memilih sesuatu keinginan atas kehendaknya sendiri (kebebasan); dan sekarang Caroline menunjukkan ke-independent-an nya dengan mengambil keputusan tersebut, karena dia tidak melihat masa depan untuknya.

banyak hal-hal yang terkadang anak remaja terundung tidak dari pihak luar tetapi internal yang kurang suportif juga mempengaruhi kesehatan mental anak

Banyak hal-hal yang terkadang anak remaja terundung tidak dari pihak luar tetapi internal yang kurang suportif juga mempengaruhi kesehatan mental anak. Pict by :  Canva.com

Orang tua meremehkan masalah kesehatan mentalmu?

Sampai saat ini, masih banyak orang tua dan masyarakat yang meremehkan pentingnya kesehatan mental. Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar kata “mental”? Kebanyakan orang mungkin langsung mengaitkannya dengan gangguan jiwa yang memerlukan penanganan dokter, atau bahkan menganggapnya sebagai kondisi yang tidak bisa disembuhkan. Seringkali kita mendengar ungkapan “ah, itu mah bawaan,” yang sebenarnya merupakan label, stereotipe, dan stigma yang sangat tidak baik dan berdampak buruk bagi para penyintas yang masih berjuang untuk “menjadi normal.”

Sebelum membahas lebih dalam, mimin ingin mengingatkan bahwa belakangan ini krisis kesehatan mental di Indonesia meningkat drastis dan bahkan berujung pada kematian. Seperti yang saya singgung di awal, masih banyak masyarakat dan orang tua yang menganggap remeh masalah ini dan selalu memandangnya secara negatif. Lantas, bagaimana cara kita menghilangkan stigma dan menghentikan mata rantai ini?

Memandang hidup dari kacamata orang tua

Bagaimana kalau mimin mengajak kalian membayangkan bila kita memposisikan diri kita sebagai orang tua; apa yang harus kita lakukan? Pasti kita percaya bahwa menjadi orang tua itu tidak mudah. Masih bersinggungan dengan mental; pastinya harus siap lahir-batin serta kesehatan mental yang stabil agar sang buah hati  bisa menghadapi kerasnya dunia dengan support yang baik dari orang tuanya. Dan sebagai orang tua kita adalah panutan, dan cinta pertamanya. Faktanya anak sangat mudah meniru sesuatu, jadi apa yang kita build untuk anak sangat mempengaruhi kepada perilaku secara fisik tetapi secara pola pikir serta keseimbangan kesehatan mental mereka.

“Masih banyak orang tua yang terkadang ingin mengatur anak berlebihan hingga membuat kebebasan anak menjadi terbatas bahkan tidak bisa mengekspresikan apa yang ingin mereka sampaikan kepada orang tuanya? Saking terlalu mengatur bahkan sampai-sampai belum selesai anak menjelaskan, orang tua menganggap semua itu salah, dan masih mendominasi dan terlalu superior.”

Sedihnya, melihat kenyataan bahwa masih banyak orang tua yang hanya ingin di dengarkan secara sepihak, tanpa mau mendengar keluh kesah anak yang jatuhnya seperti hanya menyalahkan sepihak .

Sedihnya, melihat kenyataan bahwa masih banyak orang tua yang hanya ingin di dengarkan secara sepihak, tanpa mau mendengar keluh kesah anak yang jatuhnya seperti hanya menyalahkan sepihak . Pict by :  Canva.com

Dari studi kasus ini bisa bayangkan apa dampak dari perilaku orang tua seperti itu?

  1. Mental anak akan merasa tidak yakin dengan apa yang dijalaninya. Menjadi tidak percaya diri dan labil atau “plin-plan” dalam mengambil keputusan di hidupnya.
  2. Merasa tidak worthy dan capable dalam pekerjaan atau tanggung jawab yang diberi, yang padahal sang anak serba bisa melakukan sesuatu
  3. Keterbatasan (hambatan) dalam komunikasi juga mempengaruhi bagaimana mereka bersosialisasi. Ada yang menjadi oversharing, bicara terlalu cepat, lebih diam, atau mungkin tidak banyak bicara tapi pemilihan bahasanya yang mengakibatkan kurang tepat dan masih banyak lain contoh keterbatasan dalam komunikasi
  4. Terjadinya gangguan mental. Nyatanya tidak semua anak bisa bersikap seakan baik-baik saja. Mengingat betapa berwarnanya kita sebagai makhluk hidup, faktanya kasus seperti ini juga bisa memicu gangguan kesehatan mental seperti strees atau bahkan hal terburuk hingga depresi.

Untuk para remaja yang sedang mengalami hal seperti ini, apa yang harus kita lakukan?

Percayalah mungkin saat ini kalian merasa seperti dewasa sebelum waktunya. Ya betul, banyak juga penelitian menyatakan bahwa anak dewasa sebelum waktunya adalah hasil dari terciptanya trauma yang didapat. Lalu apa yang harus kalian lakukan bila orang tua kalian tidak bisa memenahami kalian (sangat mendominasi dan superior), walau kalian sudah bekerja keras untuk menjelaskan eksistensi diri kalian?

  • Find your support system

Cari dukungan dari orang-orang yang bisa membantu meringankan beban mentalmu. Mungkin kamu merasa tidak didukung oleh orang tua, tapi ada guru konseling yang sangat peduli dan bahkan lebih dari sekadar orang tua bagimu, atau mungkin teman yang benar-benar mengerti kamu, atau seseorang yang membuatmu nyaman. Berbagi cerita atau curhat bisa membantu kamu mendapatkan perspektif baru dari orang lain, atau sekadar memiliki seseorang yang bersedia mendengarkan dapat mengurangi beban emosionalmu.

  • Make your boundaries

Terkadang, kita merasa privasi kita direnggut, sampai kita bingung harus berbuat apa. Kita merasa segala yang dilakukan selalu salah, bahkan sekadar bernapas pun terasa salah. Penting untuk menetapkan batasanmu (berdasarkan dinamika yang kamu alami). Mengatakan ‘tidak’ pada beberapa hal itu penting, agar orang tua mengerti bahwa ada hal-hal yang memang tidak bisa mereka campuri. Meskipun kenyataannya, di mata orang tua, anak mungkin masih dianggap salah dan seringkali terlalu didominasi.

  • Fokus kepada diri sendiri

Masih berkaitan dengan poin kedua tentang batasan, dalam masa-masa pengembangan diri ini, carilah apa yang menjadi kesukaanmu. Fokuslah pada pengembangan dirimu. Misalnya, temukan minat, bakat, atau kegiatan yang menjadi obat bagi apa yang kamu alami. Carilah pelarian yang positif dan dapat membantumu berkembang. Poin ini ingin mengajakmu untuk mencintai diri sendiri, memperkuat rasa harga dirimu, dan fokus pada hal-hal yang bisa kamu kendalikan.

  • Menyalurkan emosi

Misal dengan mencari aktivitas yang produktif melalui hobi. Memang terkesan ambisius untuk menjadi sembuh jalur ini, tetapi setidaknya kamu terdistract ke arah yang lebih positif dalan melakukan emosi. Masih sangat terkait dengan point ketiga ya Sunners, karena dengan melakukan ini dapat membantu mengelola stres dan frustasi. Hal ini juga membantu dalam menjaga keseimbangan mental

tidak semua orang tua mau berdamai, tetapi ada yang juga mau persuasif memperbaiki kesalahan yang mereka ciptakan antara orang tua dan anak

Tidak semua orang tua mau berdamai, tetapi ada yang juga mau persuasif memperbaiki kesalahan yang mereka ciptakan antara orang tua dan anak. Pict by :  Canva.com

  • Hindari pengaruh eksternal yang merugikan

Filter sangat penting untuk hati dan jiwamu serta mentalmu. Walau sadar kita mungkin isi kepala kita penuh atau stres, frustasi bahkan depresi. Fokus terhadap diri sendiri sembari kita menyaring hal apa yang memang influencenya baik untuk kondisi kita seperti ini. Tak ketinggalan, jangan kalah dengan ego kita dalam melihat realita, semata-mata hanya fokus kepada ketidakpuasan; karena itu bisa berdampak mental kita yang sedang terpuruk. Sudah jatuh tertimpa tangga?! Pastinya kita nggak mau ya Sunners.

  • Get professional help!

Dan yang terakhir nih pejuang Sundays. Peran dokter sangat penting dari self help kita.  Kalau masalahnya terus berlanjut dan kamu merasa kok makin parah yah, kepalaku sakit atau hingga sampai gejala mental sudah lari menuju fisik, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau terapis. Mereka dapat memberikan strategi lebih lanjut untuk menghadapi situasi ini.

Semoga apa yang mimin bagikan ini bisa menjadi penguat langkahmu ke depannya ya, ingatlah bahwa hidup ini masih sangat berharga untuk diperjuangkan, sekalipun kamu harus menghadapi toxic parenting di rumah!

kalau memang tidak bisa di perbaiki, maka kamulah yang harus memutus mata rantai. kebahagian hanya kalian yang bisa ciptakan

Kalau memang tidak bisa di perbaiki, maka kamulah yang harus memutus mata rantai. Kebahagian hanya kalian yang bisa ciptakan. Pict by : Canva.com

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 149
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?