Pernah dengar frasa “Married by Accident” atau “Menikah Karena Kecelakaan”? Pernyataan ini bukan berarti menikah karena terpeleset atau terbentur. Tidak, Sunners, yang dimaksud di sini adalah menikah sebagai hasil dari situasi yang tidak terduga dan sering kali tidak diinginkan.
Married by Accident adalah fenomena di mana seseorang menikah bukan karena persiapan yang matang atau cinta, melainkan akibat dari ‘kecelakaan’ seperti kehamilan yang tidak direncanakan. Fenomena ini cukup ramai diperbincangkan di berbagai media Indonesia, baik cetak maupun online, dan cukup mengundang perhatian.
Salah satu penyebab utama fenomena ini adalah kurangnya pendidikan seks yang tepat dan komprehensif. Remaja sering kali tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai seksualitas, konsekuensi dari hubungan seksual, dan cara melindungi diri dari kehamilan yang tidak direncanakan atau penyakit menular seksual. Hal ini bisa terjadi karena kurikulum sekolah yang tidak memadai, atau karena tabu yang masih kuat di masyarakat tentang membahas topik-topik ini.
Budaya dan norma sosial juga berperan dalam fenomena ini. Di beberapa masyarakat, ada tekanan untuk menikah dan memiliki anak di usia muda. Hal ini bisa membuat remaja merasa harus terlibat dalam hubungan seksual, meskipun mereka mungkin belum siap atau belum memahami risikonya.
Meski sudah memiliki pengetahuan seks yang cukup, jika remaja tidak memiliki akses ke metode kontrasepsi yang efektif dan aman, mereka tetap berisiko mengalami kehamilan yang tidak direncanakan. Hal ini bisa disebabkan oleh hambatan biaya, hambatan legal (misalnya, aturan tentang usia minimum untuk membeli kontrasepsi), atau hambatan sosial (misalnya, rasa malu atau takut diketahui orang lain).
Remaja sedang dalam tahap belajar bagaimana membuat keputusan yang sehat dan bertanggung jawab. Jika mereka tidak dibekali dengan keterampilan ini, mereka bisa saja membuat keputusan yang buruk, termasuk keputusan tentang hubungan seksual dan kontrasepsi.
Lingkungan di mana remaja tumbuh dan berkembang juga berperan dalam fenomena ini. Misalnya, remaja yang tumbuh di lingkungan dengan tingkat pendidikan rendah, kemiskinan, atau kekerasan mungkin memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami Married by Accident.
Pertama, penting bagi remaja untuk mendapatkan pendidikan seks yang tepat dan komprehensif. Ini melibatkan pengetahuan tentang konsekuensi dan risiko dari hubungan seksual, serta pengetahuan tentang penggunaan kontrasepsi yang efektif. Pendidikan ini tidak hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga orang tua dan masyarakat.
Kedua, penting bagi remaja untuk memahami pentingnya merencanakan masa depan. Hal ini termasuk rencana karier, pendidikan, dan juga pernikahan dan keluarga. Menikah adalah keputusan besar dalam hidup, dan bukan sesuatu yang harus diambil dengan enteng atau dilakukan tanpa persiapan yang matang.
Terakhir, membangun rasa percaya diri dan pengetahuan diri juga penting. Dengan ini, remaja akan merasa lebih siap untuk membuat keputusan yang sehat dan bertanggung jawab, dan akan kurang mungkin untuk terjerumus dalam situasi yang tidak diinginkan.
Fenomena Married by Accident dan Penyebabnya, pict by canva.com
Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.