Majalah Sunday

Cerpen Kartini: Tetaplah Teguh dan Percaya Diri

Penulis: Siti Alfiati Majid-Universitas Negeri Jakarta 

Halo, perkenalkan namaku Ayu Rahmawati, orang-orang biasa memanggilku Ayu. Saat ini, aku berkuliah di salah satu universitas yang ada di kota Semarang, yaitu Universitas Tripati. Aku mengambil jurusan Pertanian. Tahun ini, aku sudah memasuki semester 2. Tak pernah terbayangkan, aku bisa kuliah mengingat kondisi ekonomi keluargaku yang tak mampu membayarkan biaya per semesternya. Hal tersebut tak membuatku patah semangat dan menyerah, setelah selesai ujian dan sembari menunggu kelulusan, aku mulai mencari beasiswa yang dapat membiayai penuh kuliahku sampai selesai. Bersyukurnya aku ketika sudah lulus dan mendaftar ke salah satu universitas, tak disangka aku diterima kuliah dengan beasiswa penuh sampai lulus.

Setiap liburan semester, aku selalu pulang ke desa untuk menemui emak dan bapak. Ya, selama kuliah aku tidak tinggal dengan emak dan bapak. Aku tinggal di asrama dekat kampus yang berada di kota. Hal ini dikarenakan ada satu ketentuan dari beasiswaku yang mengharuskan setiap penerimanya untuk tinggal di asrama selama kuliah. Sebenarnya, aku sangat tidak ingin meninggalkan bapak yang sedang sakit terbaring di tempat tidur dan meninggalkan emak yang mengurusi bapak sendiri sekaligus bekerja sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

“Assalamualaikum, Emak, Bapak.” teriakku sambil mengetuk pintu.

“Waalaikumsalam, Ayu.” sahut Emak dari dalam sambil membuka pintu.

“Bagaimana kabar kamu, Yu?” tanya Emak.

“Kabarku baik-baik saja, Mak. Emak sendiri sama Bapak bagaimana kabarnya?” sahutku.

“Emak baik-baik saja tetapi Bapakmu semenjak kamu kuliah tinggal di asmara suka kangen dan susah untuk makan.” jawab Emak dengan nada sedih.

Aku yang mendengar kabar itu langsung menuju ke kamar bapak karena khawatir dengan keadaannya. Aku memberi semangat kepada bapak, mengingatkannya untuk tidak terlalu memikirkan aku, serta mengingatkan untuk selalu menjaga pola makannya. Aku sedih mendengar hal ini karena sebenarnya alasanku lanjut kuliah ke kota karena ingin meningkatkan ekonomi keluargaku terlebih keluargaku adalah seorang petani sehingga apa yang aku pelajari di bangku kuliah pasti sangat bermanfaat di masa yang akan datang.

Kadang ada saja hal-hal yang menjadi tantangan bagi perempuan untuk mengembangkan diri. Semoga cerpen kartini berikut bisa memotivasimu!

Hatiku sedih, tetapi aku harus tetap berjuang mencapai cita-citaku, pict by canva.com

Setelah lama-lama berbincang-bincang dan temu kangen dengan emak serta bapak. Aku memutuskan untuk pergi ke kamar. 

“Eh ada Mbak Yuli. Apa kabar, Mbak?” tanyaku ke Mbak Yuli selaku sepupuku yang tinggal di rumahku.

“Baik, Yu. Kamu pulang lagi liburan tah?” tanya Mbak Yuli.

“Iya, Mbak. Aku libur dua minggu.” jawabku.

“Gak kasian kamu tah sama Bapak dan Emak di rumah sendiri gak ada yang ngerawat. Udah saatnya Bapak sama Emak mu di rumah aja dirawat sama kamu. Lebih baik kamu berhenti kuliah, Yu. Kamu kan masih awal kuliahnya jadi masih bisa untuk berhenti. Sebelum nanti susah berhenti. Setelah itu, kamu langsung cari jodohmu, lalu menikah, teman-temanmu sudah pada menikah, Yu. Nanti kamu malah jadi perawan tua, sibuk mikirin kuliah doang. Ingat juga takut orang tuamu keburu gak ada sebelum kamu nikah.” jelas Mbak Yuli dengan tiba-tiba.

“Mbak Yuli kok bicaranya seperti itu? Tidak mendukung aku.” sahutku sambil menahan nangis.

“Lah, iya toh, Yu. Aku bener nasihatin kamu mending kamu berhenti kuliah trus nikah. Kalau aku pas seusiamu lebih milih kerja sebentar trus langsung nikah. Gak ada niat kuliah yang ada malah bikin susah. Perempuan itu ujung-ujungnya pasti ngurus anak sama di dapur jadi buat apa kamu kuliah apalagi kuliahmu jurusan pertanian. Gantiin Emakmu bekerja saja sekalian, Yu.” ucap Mbak Yuli yang membuatku semakin sesak.

Karena tidak tahan berlama-lama mendengar ucapan Mbak Yuli yang semakin menyesakkan. Aku memutuskan kembali ke kamar bapak dan emak. 

“Ada apa kamu, Nak?” tanya Bapak.

“Tidak apa-apa, Pak. Ayu masih kangen dengan Bapak dan Emak.” jawabku sambil menahan air mata yang terasa sudah mau tumpah.

Air mataku sudah tak bisa terbendung, akhirnya aku meluapkan apa yang aku rasakan kepada emak dan bapak.

“Apa aku salah Pak, Mak, memutuskan setelah lulus SMK langsung kuliah?” tanyaku sambil menangis.

“Tak ada yang salah, Nak. Apalagi tujuanmu baik untuk mengangkat ekonomi kita.” jawab Emak dengan nada menenangkan. 

“Tapi aku hanya wanita yang berasal dari desa, Mak. Seharusnya aku seperti teman-temanku yang sudah lulus sekolah langsung menikah. Bisa menemani Bapak dan Emak di rumah. Kalau aku kuliah lalu tinggal di asrama aku menyusahkan Bapak dan Emak di rumah karena tidak ada yang mengurus. Aku ini kan anak perempuan Mak harus berbakti dan merawat Emak sama Bapak.” ucapku sambil menangis yang semakin kejer.

Kadang ada saja hal-hal yang menjadi tantangan bagi perempuan untuk mengembangkan diri. Semoga cerpen kartini berikut bisa memotivasimu!

Bapak pun menguatkanku untuk mengerjar anganku, pict by canva.com

“Loh, Nak kenapa kamu mengucapkan semua hal itu lagi. Bukannya kamu sudah yakin pilihan yang sedang kamu jalani sudah yang terbaik untuk kita. Mana semangat Kartini yang selalu kamu perlihatkan pada Bapak dan Emak. Semangat Kartini yang selalu optimis dan berani, haus akan ilmu, selalu mempunyai keinginan untuk belajar dan berkembang, tidak pantang menyerah seperti ini. Ini bukan Ayu yang Bapak kenal.” jelas Bapak. 

“Iya Nak benar kata Bapakmu. Ayo kembalikan semangat mu untuk lebih maju, kuatkan tekadmu lagi dan jangan sampai kamu menyerah. Bapak dan Emak akan selalu mendukung semua keputusanmu. Permasalahan orang-orang di luar yang selalu meminta mu untuk berhenti kuliah dan segera menikah, biarkan saja. Fokus dengan apa yang kamu sedang jalani. Bapak dan Emak jadi menasehati kamu dengan kata-katamu sendiri kan.” jelas Emak.

“Iya Emak dan Bapak. Aku lupa akan semangatku yang ingin seperti Kartini, yang berani untuk menaikkan derajat diri ini. Aku terlalu termakan omongan orang-orang yang tidak tahu keinginan dan tujuan masa depanku. Aku akan membuktikan bahwa perempuan desa sepertiku ini bisa menjadi sarjana yang nantinya mempunyai masa depan cerah, sukses menciptakan lapangan pekerjaan, dan paling terpenting adalah membahagiakan orang-orang tersayangku seperti Emak dan Bapak.” ucapku sambil mengusap air mata yang masih ada di pipi dan memeluk Bapak serta Emak.

Tidak menyangka bapak dan emak ingat apa yang aku katakan mengenai Kartini yang menjadi inspirasi hidupku selama ini. Aku sangat mengagumi sosok Kartini karena banyak hal-hal positif yang dapat dijadikan teladan bagi kita semua, terutama untuk para perempuan, jangan pernah melupakan dan menyia-nyiakan jasa yang telah diberikan oleh wanita hebat seperti Kartini kepada kita karena dengan perjuangannya lah kita bisa memperoleh kebebasan, kesetaraan gender (kini tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki), serta saat ini kita juga sudah mendapat pendidikan yang layak. 

Sudah saatnya kita meneruskan cita-cita Kartini untuk menjadi perempuan yang lebih  mandiri, berpandangan luas, serta menjadi generasi yang berprestasi. Janganlah mudah menyerah, hiraukan kicauan yang ada, dan tetaplah berani untuk maju agar diri menjadi lebih baik sehingga nantinya tidak ada sebuah penyesalan. Tidak terbayangkan apabila emansipasi wanita sampai saat ini masih belum ada, pasti para perempuan masih terkurung dalam tradisi yang berisi banyak aturan dan batasan-batasan. Bersyukurlah telah diberi kesempatan hidup di masa kini, semua sudah dibebaskan, dimudahkan, diberikan fasilitas, dibiarkan memilih jalannya masing-masing, serta tidak akan ada yang mampu menghalangi seseorang untuk mewujudkan mimpi.

*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 884
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?