Majalah Sunday

Bunga Matahari Kecil

Penulis: Brilliant Danisha Wijaya – Universitas Kristen Indonesia

“Apakah kalian percaya bahwa semesta mendengar? Bahkan katanya semesta melihat, dan bertindak, hebat. Entahlah, aku tidak mempercayainya, tidak sampai aku merasakannya sendiri.”

I

Pagi ini Ia terbangun tanpa bunyi alarmnya yang sangat bising itu, Ia bangun tepat pada pukul 7.00 entah angin atau hantu yang membangunkannya. Telepon genggam miliknya mati total karena semalaman dipakai untuk mendengarkan lagu sedih yang padahal hanya membuat perasaannya semakin keruh. Hal pertama yang Ia lakukan setelah bangun ialah mengisi daya telepon genggamnya lalu memandangi jumlah daya yang sudah masuk dan buru-buru menyalakannya, entah chat siapa yang ditunggu.

Iya, tidak salah dan tidak bukan Ia menunggu balasan pesan dari gebetannya yang tidak pernah lagi membalas pesannya sejak 83 hari yang lalu. “Bodoh, ngilang aja terus gak apa apa, aku sudah biasa kok dicuekin” ujarnya kesal.

Setelah beberapa puluh menit memandangi room chat gebetannya itu akhirnya Ia bergegas mandi karena ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 7.40 yang mana artinya ia sudah terlambat. Pada awalnya Ia berniat untuk berangkat menggunakan Transjakarta, tetapi tidak akan sempat lagi, tentunya tidak dapat dibayangkan ramainya orang-orang yang akan berangkat kerja berkumpul di halte menunggu bis, dimana mereka selalu mendorong satu sama lain dan selalu terburu-buru entah mengapa, sepertinya selain waktu yang tidak sempat, Ophel juga tidak memiliki energi untuk menghadapi orang-orang tersebut

Ophel langsung merubah niatnya dan bergegas lari ke ayahnya yang sudah berada di dalam mobil, dan meminta ayahnya untuk untuk menunggunya berdandan dan mengantarnya ke Perpusnas.

Hari ini, Rabu 5 April 2023, Ophelia sudah membuat janji temu dengan teman-temannya di Perpustakaan Nasional untuk mencari karya tulis sebagai bahan pendukung penelitian di ujian tengah semester genap ini. Tetapi suasana hatinya pagi ini sedang jelek, hancur, amburadul, lagi-lagi karena perempuan labil ini semalaman galau-in laki-laki yang sudah tidak pernah lagi membalas pesannya sejak bulan Januari lalu. Padahal, laki-laki ini baik-baik saja, masih hidup, bernafas, bahkan sangat aktif di media sosial, tapi apa? Balas chat saja tidak sempat, atau memang dia nya gak mau?

Pict by unsplash.com

“Gua siapa sih? gua mah bukan prioritas dia.” Ini adalah pemikiran yang selalu ditanamkannya setiap Ia mengingat laki-laki tersebut. Semalaman Ophelia menangis diiringi lagu Usai Disini sambil melihat foto-foto kebersamaannya dengan laki-laki bernama Aldo tersebut. Ophelia terlahir di keluarga yang tidak harmonis, tetapi kehadiran Aldo di tahun 2022 mengubah pandangan Ophel tentang keluarga dan juga laki-laki. Ophel merasa sendirian karena selama tiga bulan terakhir tidak berbincang, bertemu, atau bahkan saling berkirim pesan dengan Aldo. Sebenarnya bisa saja Ia pergi dengan laki-laki lain, tetapi Ia tidak melakukannya. Ophel yang keras kepala ini tetap ingin menunggu pesan dari laki-laki ini.

“Gua siapa sih? gua mah bukan prioritas dia.” Ini adalah pemikiran yang selalu ditanamkannya setiap Ia mengingat laki-laki tersebut. Semalaman Ophelia menangis diiringi lagu Usai di Sini sambil melihat foto-foto kebersamaannya dengan laki-laki bernama Aldo tersebut. Ophelia terlahir di keluarga yang tidak harmonis, tetapi kehadiran Aldo di tahun 2022 mengubah pandangan Ophel tentang keluarga dan juga laki-laki. Ophel merasa sendirian karena selama tiga bulan terakhir tidak berbincang, bertemu, atau bahkan saling berkirim pesan dengan Aldo. Sebenarnya bisa saja Ia pergi dengan laki-laki lain, tetapi Ia tidak melakukannya. Ophel yang keras kepala ini tetap ingin menunggu pesan dari laki-laki ini.

II

Setelah berdandan selama lima belas menit, dia akhirnya keluar juga dari kamarnya, disertai dengan matanya yang bengkak karena menangis semalaman yang sudah ditutup oleh eyeshadow berwarna pink muda, lengkap dengan kerlap kerlip di ujung matanya, dan bagian tengah bibirnya yang mengkilap karena dioleskan lip-tint berwarna merah darah yang membuatnya terlihat sedikit segar pagi itu. “Aldo?” tanya ayahnya kepada Ophel seakan sudah mengetahui alasan anaknya menangis semalaman. “Gitu deh” Jawab Ophel dengan cuek sambil mengikat tali sepatu converse miliknya. Ophel dan ayahnya bergegas masuk ke mobil dan menuju Perpustakaan Nasional. Sesampainya mereka di Perpusnas, Ophel bergegas berpamitan dan memasuki gedung yang memiliki puluhan lantai itu. Disana Ophel bertemu dengan Eca, Nomi, There, dan Daniel, mereka bergegas membuat kartu akses dan mencari buku-buku yang mereka butuh.

Mereka pergi menelusuri empat lantai yang berbeda demi menemukan novel karya Sutan Takdir Alisjahbana yang berjudul Layar Terkembang. Tidak mudah mencari sebuah buku di gedung sebesar ini hanya dengan modal angka-angka sebagai kode letak rak buku ini berada. Setelah satu jam menelusuri tiga lantai yang berbeda, tibalah mereka di lantai yang terakhir yaitu dua puluh empat, sesuai informasi yang diterima buku yang dicari berada di lantai ini, tetapi ya seperti yang sudah-sudah mereka tetap harus mencari setiap rak bermodal kode-kode angka yang sudah didapat dari komputer sebelumnya. “Ophel!!!!!! Ketemu!!!!” Teriak Daniel memanggil Ophel, “Shhhhhhh, jangan berisik, coba sini gua liat.” jawab Ophel sambil mengambil buku itu dari atas rak.

“Iya benar yang ini, ayo bawa copy-an yang lain kesana” Sambung Ophel sambil mengambil tiga copy buku dan dibawanya ke meja tempat teman-temannya berkumpul. Setelah membaca dan berdiskusi selama satu jam, Ophel berniat untuk meminjam buku ini agar dapat dibawa pulang tetapi teman-temannya merasa takut untuk membawa pulang buku ini dikarenakan mereka tidak berani mengambil resiko bila merusak buku ini dengan tidak sengaja.

Hari ini merupakan kali pertama Ophel dan teman-temannya datang ke perpusnas, tidak ada dari mereka yang mengetahui bagaimana sistem peminjaman dan dimanakah tempat registrasi untuk peminjaman buku, maka dari itu Ophel berkeliling lantai itu untuk mencari meja registrasi peminjaman, rak demi rak dilewati, sampai tibanya di pojok lorong tidak juga ditemukannya meja registrasi yang dicarinya, hanya rak-rak saja.

Karena sudah mencapai ujung lorong, maka Ophel memutarkan badannya ke arah luar. Saat berjalan ke arah bagian depan lorong, Ophel melihat baris rak buku di sebelah kanan yang sedikit berantakan, berbeda dengan baris-baris yang lain. Di baris tersebut semua buku tertata dengan rapi kecuali sebuah buku yang terlentang, entah mungkin tersenggol. Ophel mengambil buku yang terlentang itu, buku itu cukup menarik perhatian dirinya, sampulnya berwarna putih ada sebuah bunga matahari kecil di ladang hijau. Karena Ia penasaran, dibukanyalah halaman buku itu yang terselip dengan pembatas berwarna putih. Halaman yang terbuka berwarna abu-abu muda, dan tidak terdapat banyak tulisan di dalam nya, hanya terdapat 5 baris tulisan yang terletak di tengah-tengah halaman kertas.

… Hari ini,
Kalau sedang ingin bersedih, lakukan saja
Bersedih itu baik, sebab ia bagian dari emosi manusia.
Jangan malu meminjam bahu untuk menangis ketika air mata
Tidak mampu dibendung

Membaca tulisan tersebut Ophel terdiam, Ia mengkilas balik semua rasa patah hatinya, rasa sedih, rindu, marah, benci yang dirasakan selama tiga bulan terakhir. “Iya, sorry deh ya kalau selama ini cuma bisa mendam sendiri.” Ucap Ophel entah kepada siapa, karena tidak ada siapapun di lorong tersebut. Dibawanya lah buku tersebut bersama dengan buku sebelumnya dan dipinjamnya lah keduanya dibawa pulang. . Sepanjang perjalanan pulang, Ophel hanya kebingungan, ketidaksengajaan itu membuatnya sadar bahwa selama ini Ia hanya memendam rasa rindunya

tanpa disampaikan langsung kepada Aldo, atau sekedar bercerita kepada orang-orang di sekitarnya pun tidak.

Sesampainya dirumah, dibukanya pintu gerbang berwarna putih itu dan langsung terlihat di dalam rumah terdapat Ayahnya yang sedang menonton acara TV kesukaannya. Ophelia berlari sangat kencang menghampiri Ayahnya dan langsung memeluk lelaki paruh baya itu. “Aldo tuh p” Ucapnya sambil menangis puas, ia melampiaskannya semua emosi yang tertahan selama tiga bulan ini. “Keliatan banget deh.” Jawab Ayahnya dengan usil, “Kok gak cerita?” Tanya Ayahnya. Ophel hanya terdiam, dan teringat jelas di pikirannya tulisan di dalam buku yang dibacanya sore tadi bahwa tidak apa-apa untuk membutuhkan bahu dan bersedih. “Ya aku kira kalau aku biarin-in aja rasa kesalnya,ya bakalan hilang sendiri. Ternyata malah makin galau.” Jawab Ophelia dengan tangisan yang sudah mereda,

“Lain kali cerita aja sih, Papa tuh emang sempat mau nanya kenapa Aldo jarang main kesini, ternyata beneran udahan ya kalian?” jawab Ayahnya. “ahh, enggak udahan kok ya cuma diem-dieman aja” jawab Ophelia dengan sedikit solot. “Ya yaudah sih, biasa aja kali. Sana tidur, begadang mulu.” Jawab Ayahnya sambil tertawa., lalu Ophel pergi ke kamarnya.

“Ca, lo tau gak sih akhirnya gue cerita ke papa soal aldo, kan semaleman gue nangis ya, ternyata doi denger.” Ophel telepon-an dengan Eca di malam itu. “Lah hahahahaha, terus respon om gimana?” tanya Eca penasaran. “Ya, lu tahu kan dia iseng? Dia ketawa-in gue ahhh. Tapi lega banget sih akhirnya papa tahu soal Aldo ghosting gue.” Jawab Ophel. “Iye kan. Gue bilang juga ape, cerita aje lain kali mah.” Jawab Eca dengan logat betawi palsunya yang sangat menyebalkan itu.

Ophel dan Eca lanjut telepon-an sampai tengah malam, hanya untuk membahas kegalau-an Ophelia yang tidak seberapa itu.

Selang beberapa waktu, perlahan Ophelia mulai move-on, Ia sudah bisa tidur tanpa harus menangisi laki-laki itu lagi. Ia sudah bisa dengan lugas menjawab pertanyaan-pertanyaan teman-teman dan keluarganya yang menanyakan keberadaan Aldo. “Sudah gak sama Aldo, heheh.” Ya, kira-kira seperti itu jawaban yang disediakan Ophelia kalau sudah muncul pertanyaan mengenai Aldo. Ophelia sempat mem-foto halaman buku bersampul matahari kecil itu, dan menjadikannya wallpaper telepon genggamnya.

“Iya juga ya, sedih gak salah kok. Yang salah itu kalau ngebiarin-in perasaan sedih sendirian. Maaf banget yah kalau gue denial, ya

namanya anak muda.” Ophelia berbicara sendiri di kamarnya disuatu malam, saat ia bersiap-siap untuk tidur dan tidak sengaja melihat wallpaper telepon genggamnya itu. “Semesta makasih banyak, sering-sering ya hahah,” Ucap Ophelia lagi, entah kepada siapa, lalu Ia tertidur dengan pulas.

*****

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 232
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?