Majalah Sunday

AI Generated Images, Ancaman Bagi Ilustrator?

Editor: Delia Putri Amanda – Universitas Negeri Jakarta

Teknologi Artificial Intelligence atau AI telah membawa dampak yang sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan kita sekarang. Perkembangan AI yang sangat pesat dan meluas ke berbagai bidang, mulai dari segi menulis, membuat musik, sampai menghasilkan gambar dan ilustrasi tentunya memberi kita kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan, namun sekaligus menjadi ancaman yang menimbulkan kecemasan di mana-mana.

Belakangan ini sedang marak penggunaan AI Generated Images yang banyak menuai pro kontra masyarakat, terutama bagi para pekerja kreatif seperti ilustrator. Dalam kasusnya, penggunaan AI Generated Images dinilai melanggar etika sebab pada dasarnya mesin AI ini dilatih menggambar dari hasil “mencuri” karya-karya seniman lain.

Selain itu, penggunaan AI Generated Images juga dianggap membunuh profesi ilustrator. Pasalnya, biaya langganan layanan AI yang cenderung murah atau bahkan gratis membuat orang-orang jadi lebih memilih menggunakan AI dibanding harus membayar ilustrator untuk komisi.

Gerakan "No to AI Art", Protes Seniman Terhadap AI

Gerakan "No to AI Art", Protes Seniman Terhadap AI Generated Images

Logo Gerakan “No to AI Art”, pict by instagram.com/artofinca

Kecemasan-kecemasan itu memunculkan gerakan “No to AI Art”, yaitu gerakan protes yang dilakukan oleh para seniman terhadap karya seni yang dihasilkan oleh AI.

Gerakan ini dimulai ketika seorang seniman asal Bulgaria bernama Alexander Nanitchkov, membuat postingan di Instagramnya dengan caption yang berbunyi, “Current AI ‘art’ is created on the backs of hundreds of thousands of artists and photographers who made billions of images and spend time, love and dedication to have their work soullessly stolen and used by selfish people for profit without the slightest concept of ethics.”

Nanitchkov mengatakan bahwa seni AI yang saat ini sedang marak digunakan, dibuat di belakang ratusan ribu seniman dan fotografer yang telah mendedikasikan waktu dan cinta mereka untuk menghasilkan karya—yang pada akhirnya dicuri dan digunakan oleh orang-orang yang mementingkan diri sendiri, demi mendapatkan keuntungan tanpa sedikit pun memerhatikan konsep etika.

Dalam postingannya, ia menyertakan logo dengan keterangan “NO TO AI GENERATED IMAGES” yang kemudian menyebar dengan cepat dan menjadi trending di ArtStation, sebuah platform seni online yang menjadi sasaran protes utama para seniman.

Halaman pratform ArtStation saat Gerakan "No to AI Generated Images" menjadi trending

Gerakan “No to AI Art” menjadi trending di platform ArtStation, pict by kotaku.com

Respon Terhadap Gerakan "No to AI Art"

Kritik tersebut pada akhirnya didengar oleh ArtStation dengan dihadirkannya sebuah opsi tag “No AI”, yang memungkinkan penggunanya untuk menolak penggunaan setiap karya yang diunggah di platform tersebut untuk dijadikan bahan latihan mesin AI.

Selain itu, desakan protes ini pun membuat salah satu layanan generate AI Art, MidJourney, membuat regulasi baru berupa penghilangan opsi untuk menggunakan nama seniman tertentu dalam pembuatan gambar lewat prompt. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak seniman dan karya-karyanya serta untuk menghindari gugatan hak cipta.

Di Indonesia, protes ini juga mulai banyak disuarakan karena semakin maraknya penggunaan AI Generated Images untuk kepentingan komersil bahkan sampai menjadi bahan kampanye politik.

Contohnya saja, beberapa waktu lalu, akun X resmi IKN Nusantara (@ikn_id) membuat postingan promosi destinasi wisata di IKN dengan menggunakan gambar buatan AI. Postingan tersebut tentunya memunculkan banyak respon negatif dari masyarakat. Dalam kasus lain, gambar yang dihasilkan AI ini dimanfaatkan untuk keperluan kampanye politik lewat ilustrasi yang membuat pasangan calon terlihat seperti kartun yang menggemaskan.

Memandang AI: Teman atau Lawan?

Lalu bagaimana seharusnya para seniman memandang teknologi AI?

Sejak dulu AI memang kerap dicemaskan dapat menggantikan pekerjaan manusia. Meski begitu, tak dapat dipungkiri bahwa AI adalah salah satu contoh keberhasilan teknologi yang pada praktiknya telah banyak membantu kita dalam berbagai aspek kehidupan.

Meski penggunaan AI saat ini banyak disalahgunakan, dalam beberapa kasus, banyak juga yang merasa terbantu dengan keberadaan AI. Perihal apakah teknologi ini dapat menjadi ancaman bagi para ilustrator, sepertinya ini bisa dijawab dengan pembuatan regulasi atau cyber law yang dapat mengatur sejauh mana AI Generated Images bisa digunakan, serta pemberian perlindungan hak cipta bagi para seniman dan karya-karyanya.

Lagipula, meski kelihatannya AI Generated Images dapat membuat gambar yang bisa menyaingi hasil karya seniman asli, nyatanya, AI tetaplah robot yang bisa error, kok. AI Generated Images memiliki kelemahan tidak dapat menggambar tangan. Hal itu bahkan menjadi patokan untuk membedakan ilustrasi hasil buatan manusia dengan hasil buatan AI.

Same case kayak profesi penerjemah yang sempat terancam karena keberadaan AI Translator, faktanya teknologi AI tidak benar-benar bisa menggantikan pekerjaan manusia. Malahkan, AI bisa kita jadikan sebagai “teman” atau tools yang dapat membantu agar pekerjaan kita bisa terselesaikan lebih cepat.

Mungkin penggunaan AI Generated Images nggak jadi masalah kalau tujuannya untuk konsumsi pribadi seperti buat seru-seruan kayak tren poster Disney Pixar yang sempat viral di media sosial X, TikTok, dan Instagram. Tapi kalau untuk keperluan komersil atau bahkan kampanye politik, sepertinya harus ada regulasi yang mengatur tentang ini, ya. Gimana menurut kalian?

*****

Majalah Sunday, Teman Memahami Tips Belajar, Edukasi Seksual dan Kesehatan Mental

Dapatkan informasi mengenai kesehatan mental, edukasi seksual, tips belajar dan cerita cinta hanya di Majalah Sunday, teman curhat remaja Indonesia.

Ikutan berkarya di
Majalah Sunday

Post Views: 162
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?