Kontrasepsi Perempuan adalah bagian dari pelayanan kesehatan berupa usaha dan alat untuk mengatur, menunda atau mencegah terjadinya kehamilan yang bersifat sementara atau permanen dengan cara menghindari terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim.
Pada era modern, tahun 1882 menjadi tonggak pengendalian kelahiran di dunia dengan diperkenalkannya program Keluarga Berencana (KB). Pemimpin program tersebut, Dr. Aletta Jacobs adalah perempuan Belanda pertama kuliah dan satu-satunya dokter perempuan masa itu. Jacobs mengembangkan alat kontrasepsi yang efektif, memberikan kepada perempuan yang membutuhkan secara gratis di klinik yang didirikannya. Selayang pandang, dikutip dari buku Bagaimana Awalnya Viagra Ditemukan? Dan Mengapa Mumi Memakai Gigi Palsu karya Trevor Homer, upaya Jacobs tersebut dikritik sebagai ancaman terhadap “sebuah dunia tanpa anak-anak”.
Sumber gambar : http://www.freepik.com
Setiap tanggal 26 September diperingati sebagai Hari Kontrasepsi Sedunia. Menariknya, angka kontrasepsi Indonesia melebihi rata-rata penggunaan kontrasepsi di negara ASEAN. Kehamilan harus direncanakan dengan baik. Penggunaan alat kontrasepsi bertujuan untuk mengatur dan melindungi perempuan dari kehamilan yang tidak direncanakan.
Sumber gambar : http://www.freepik.com
Perkembangan teknologi akhirnya menyebabkan banyak tersedia alat kontrasepsi perempuan, antara lain:
1. Pil KB
Pil ini dikonsumsi secara rutin dan disiplin untuk menunda kehamilan jangka pendek. obat ini mengandung hormon estrogen dan progestin yang fungsinya mencegah ovulasi, menghambat pelepasan sel telur. Ada juga pil KB darurat atau yang lebih dikenal Morning Pill. Pil ini dikonsumsi setelah berhubungan seksual. Ingat, hanya boleh dibeli dengan resep dokter ya.
2. KB suntik
Cara kerjanya dengan menyuntikkan hormon yang mengatur siklus menstruasi yaitu progestogen pada otot seperti bokong atau perut. Ada suntik KB jangka waktu satu bulan atau tiga bulan. Metode kontrasepsi ini menghambat masa ovulasi perempuan karenanya membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa kembali subur setelah menghentikan metode ini.
3. Implan atau Susuk KB
Berupa batang plastik kecil yang lentur dan mengandung hormone progestin. Hormon ini akan diselipkan di antara lapisan kulit atau daging di lengan lalu menyebar ke aliran darah untuk mencegah kehamilan hingga tiga tahun. Keunggulan metode ini dari suntik KB adalah kesuburan lebih cepat kembali setelah dicabut.
4. IUD (Alat Antisepsi)
Alat yang sering disebut KB Spiral. Berbentuk huruf T dengan ujung seperti kabel. IUD dimasukkan ke rahim agar menghadang sperma menemukan dan membuahi sel telur. Masa pakai alat ini antara 5 hingga 10 tahun. Namun, agar lebih efektif untuk mencegah kehamilan harus diganti setiap lima tahun sekali.
5. KB Steril atau Tubektomi
Tubektomi adalah metode kontrasepsi permanen dengan prosedur memotong, mengikat atau menutup tuba fallopi (saluran telur) sehingga sel telur tidak masuk ke rahim. Biasanya dipilih oleh pasangan yang sudah merasa tidak menginginkan anak.
6. Spermisida
Alat ini mengandung bahan kimia nonoxynol-9 yang dapat menghentikan pergerakan bahkan membunuh sperma. Tersedia dalam bentuk tablet, gel, krim, foam dan supositoria. Prosedur penggunaannya dengan meletakkan spermisida sebelum berhubungan seksual di dalam vagina dekat leher rahim. Umumnya efektif bekerja setelah 10-15 menit diletakan.
7. Diafragma
Terbuat dari karet atau silikon tipis dan berbentuk kubah dangkal. Setengah kubah tersebut diisi spermisida. Berfungsi melindungi serviks, menutup mulut rahim sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim. Cara penggunaannya dengan dimasukkan ke vagina minimal 6 jam dan maksimal 24 jam sebelum berhubungan seksual.
8. Kondom Perempuan
Kondom adalah alat kontrasepsi yang praktis. Biasanya terbuat dari karet sintetis (nitrile) dan berfungsi mencegah sperma mencapai rahim. Satu ujungnya berupa cincin terbuka yang berada di luar vagina yang menutupi vulva dan ujung satunya berupa cincin tertutup. Kondom ini dimasukkan ke vagina 8 jam sebelum berhubungan seksual.
Oleh : Masriah – Universitas Negeri Jakarta