Perlakuan terhadap Korban Kekerasan Seksual: Apakah Benar Tidak melihat Gender?



Halo Sunners, kalian pasti pernah mendengarkan atau melihat kejahatan Pelecehan atau kekerasan seksual, kebetulan ini topik hangat yang sedang rutin diagungkan akhir-akhir ini. Tentunya, kekerasan seksual bisa terjadi sama siapa aja loh  dan nggak ngelihat gender yang dimiliki sama siapapun. Sebagai topik yang mengkhawatirkan, telah dilakukan banyak kampanye kesadaran, riset, dan bahkan testimoni langsung dari korban Kekerasan Seksual dengan tujuan utama membuka mata masyarakat terkait isu tersebut. Walaupun dengan tingkat kesadaran yang meningkat, anehnya masih terdapat ketidakseimbangan antara perlakukan korban Kekerasan Seksual perempuan dan laki-laki.

Korban Kekerasan seksual laki-laki juga menghadapi beberapa hambatan untuk mengakses bantuan dikarenakan oleh stigmatisasi sosial terkait maskulinitas. Banyak khalayak yang beropini bahwa laki-laki tidak mungkin untuk dilecehkan (atau apabila dilecehkan, pihak laki-laki tidak akan dirugikan). Menanggapi hal tersebut, harus diluruskan kembali bahwa kasus pada laki-laki lebih banyak ditemukan dengan pelaku sesama jenis (lelaki seks lelaki) dan anggota keluarga, daripada dengan lawan jenis. Ini juga menimbulkan Insiden traumatik loh sunners!. Sedemikian memberikan tantangan kepada korban laki-laki untuk melaporkan insiden tersebut karena malu yang berdampak pada kepercayaan diri serta identitas yang dimiliki. Apabila seorang korban laki-laki melaporkan Kekerasan Seksual, marak yang beranggapan bahwa mereka akan dilihat lemah setelah insiden tersebut. Melihat kembali bagaimana masyarakat melihat laki-laki sebagai bendera maskulinitas, korban sebagai laki-laki juga  lebih memilih untuk nggak berbicara demi mempertahankan martabat yang mereka milik, karena kalo mereka lakukan itu, yang ada di bully nantinya.

Dibalik tuntutan laki-laki untuk kuat dan dapat melindungi mereka sendiri, terdapat hambatan psikologis yang berbeda ketika pelaku adalah lawan jenis. Dilihat sebagai jenis kelamin yang lebih dominan, perilaku dan aktivitas seksual bersinonim lebih kuat dengan laki-laki. Demikian, terdapat sebuah konflik moral apabila mereka menolak permintaan dari pelaku. Hal ini diperparah ketika korban tidak memiliki support system yang dapat berempati dengan kejadian korban. Maka dari itu, bukannya diberikan dukungan yang sepadan, korban Kekerasan Seksual juga berpotensi untuk ditanyakan terkait heteroseksualitas atau apabila pelaku menyukai sesama jenis. Respons tersebut condong mengakibatkan korban KS untuk lebih malu untuk mencari bantuan.

Ok, akhir kata dari saya, Kekerasan Seksual merupakan salah satu  permasalahan kompleks apabila dilihat dari sudut pandang laki-laki. Walaupun sangat didukung untuk korban Kekerasan Seksual laki-laki untuk membuka diri dan mencari bantuan, nggak bisa  dipungkiri lagi bahwa ada faktor eksternal dan internal yang harus dihadapi sehingga lebih baik untuk membungkam diri. Lebih lagi, dengan stigmatisasi masyarakat terhadap maskulinitas, testimoni yang diberikan oleh korban Kekerasan Seksual laki-laki belum tentu langsung dipercayai oleh khalayak ramai. Maka dari itu, selain meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya ini, faktor-faktor yang dapat menghambat korban untuk membuka diri juga dapat dipertimbangkan untuk difokuskan selanjutnya loh sunners.

Post Views: 502
Chat Now
Selamat Datang di Majalah Sunday, ada yang bisa kami bantu?